Kesejahteraan, Kemiskinan dan Program KB

Kesejahteraan, Kemiskinan dan Program KB


Apa yang dimaksud dengan kesejahteraan dan kemiskinan?
Pertanyaan ini penting untuk dikemukakan, mengingat istilah kesejahteraan dan kemiskinan menjadi domain yang sangat penting dalam proses pembangunan berkelanjutan (development sustainable). Nampaknya para pakar sepakat bahwa Kemiskinan adalah suatu keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar (basic needs) seperti makanan, pakaian, perumahan, pendidikan dan kesehatan. Dibalik semua itu, adalah kondisi masyarakat sejahtera, menyatakan bahwa rakyat bisa sejahtera apabila sudah makmur. Rakyat yang makmur akan mudah memperoleh akses atau mengadakan kebutuhan dasar.

Sampai saat ini, diseluruh belahan dunia, termasuk di Indonesia, kesejahteraan dan kemiskinan masih menjadi domain penting dalam proses pembangunan. Sepenuhnya diyakini oleh para pakar, cendikia, dan para ahli bahwa sebuah proses pembangunan dinyatakan berhasil apabila kesejahteraan masyarakat meningkat, yang ditandai dengan adanya peningkatan pendapatan perkapita, penurunan jumlah angka kemiskinan dan penurunan tingkat pengangguran.

Salah satu program pembangunan di Indonesia, termasuk  di Sumatera Utara yang senantiasa menjadi isu strategis adalah pengentasan kemiskinan yang secara otomatis akan berimplikasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Disadari atau tidak, bahwa program pengentasan kemiskinan sampai saat ini belum menunjukan hasil yang menggembirakan (kalau tidak disebut gagal). Hal ini dikarenakan pengentasan kemiskinan hanya menggunakan pendekatan ekonomi yang bersifat materialistik.

Bagi penulis, kemiskinan merupakan problem dunia yang sangat kompleks, karenanya dalam penanggulangannya diperlukan analisis  yang tepat, melibatkan semua komponen permasalahan dan diperlukan strategi penanganan yang tepat, tidak bersifat temporer, tetapi permanen dan berkelanjutan. Strategi penanggulangan kemiskinan yang selama ini dilakukan sering kali bersifat material dan kedermawanan pemerintah, misalnya program PKH, BLT, Pembagian kompor dan tabung LPG gratis, dan lain sebagainya, sehingga keberlanjutannya tergantung pada ketersediaan anggaran dan komitmen pemerintah.

Agar mencapai keberlanjutannya, program penanggulangan kemiskinan dengan pendekatan ekonomi yang bersifat material dan jangka pendek, perlu diimbangi dengan strategi pengentasan kemiskinan dengan menggunakan pendekatan kependudukan, meskipun hasilnya baru bisa dirasakan dalam jangka panjang. Yang dimaksud adalah penanggulangan kemiskinan berdasarkan pada sumber kemiskinan itu sendiri. Bagi penulis, sumber kemiskinan adalah jumlah penduduk yang tinggi dan kualitas hidup masyarakat yang rendah. Sebagaimana disepakati dunia internasional bahwa tolak ukur kualitas hidup masyarakat adalah IPM (indeks pembangunan Manusia), yaitu kualitas pendidikan, kualitas kesehatan dan kualitas ekonomi. Karena itu, penanggulangan kemiskinan sudah saatnya berdasarkan pada langkah langkah strategis berupa menekan laju pertumbuhan penduduk dan peningkatan kualitas hidup masyarakat. Semakin tinggi jumlah penduduk akan menyebabkan bertambahnya beban pembangunan, berkurangnya ketersediaan lahan dan lapangan pekerjaan, meningkatnya pengangguran, dan lain-lain.

Kondisi kependudukan akan berpengaruh pada dinamika pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah. Tjiptoherijanto (1997) mengatakan bahwa jumlah penduduk yang besar jika diikuti dengan kualitas penduduk yang memadai merupakan pendorong bagi pertumbuhan ekonomi, sebaliknya jika jumlah penduduk yang besar jika diikuti dengan kualitas penduduk yang rendah, menjadikan penduduk tersebut sebagai beban pembangunan. Namun bagi penulis, jumlah penduduk yang besar dalam jangka panjang, tetap saja akan berpengaruh pada ketersediaan lahan yang semakin menyempit. Apalagi dengan pembangunan ekonomi yang mengacu pada pertumbuhan dengan menerapkan system industrialisasi dan liberalisasi, akan menciptakan kondisi perekonomian yang efektif dan efisien, tetapi juga menciptakan ketimpangan yang semakin jauh dan jumlah pengangguran yang semakin tinggi.

Konsep Dasar : Kemiskinan selalu bertolak belakang dengan kesejahteraan. Realitas ini tidak bisa ditolak oleh siapapun. Kemiskinan telah mendorong kondisi sosial masyarakat pada situasi yang memprihatinkan, antara lain; kualitas pendidikan yang rendah, kondisi kesehatan yang tidak terjamin, kurangnya lapangan pekerjaan, menguatnya arus urbanisasi, tidak teroptimalkannya potensi sumber daya alam yang ada, dan yang lebih parah, kemiskinan menyebabkan masyarakat tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya (pangan, sandang dan papan) dan menyebabkan masyarakat rela mengorbankan apa saja demi keselamatan hidupnya.

JIka didefinisikan kemiskinan sebagai kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Hak-hak dasar masyarakat antara lain, terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumberdaya alam dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakukan atau ancaman tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik, baik bagi perempuan maupun laki-laki. Beberapa pendekatan yang digunakan  antara lain; pendekatan kebutuhan dasar, pendekatan pendapatan,  pendekatan kemampuan dasar.


BKKBN menggunakan istilah pra sejahtera dan keluarga sejahtera I untuk menilai keluarga sangat miskin dan keluarga miskin. Indikator yang digunakannya sebagaimana dapat dilihat pada table 1 dan 2 sebagai berikut : 

Indikator keluarga pra sejahtera : Pada Umumnya Anggota Keluarga Makan  Dua Kali Sehari Atau Lebih, Anggota Keluarga Memiliki Pakaian Yang Berbeda Untuk Di Rumah, Bekerja/ Sekolah Dan Bepergian, Rumah yang di tempati Keluarga mempunyai Atap, Lantai dan Dinding Yang Baik, Bila Ada Anggota Keluarga Sakit dibawa ke Sarana Kesehatan, Bila Pasangan Usia subur ingin ber-KB pergi ke sarana pelayanan kontrasepsi, semua anak umur 7-15 tahun dalam keluarga bersekolah.

Indikator keluarga sejahtera : Pada umunya anggota keluarga melaksanakan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing, Paling kurang sekali seminggu seluruh anggota keluarga makan daging/ikan/telur, Seluruh anggotra keluarga memperoleh paling kurang satu stel pakaian baru dalam setahun, Luas lantai rumah paling kurang 8 m2 untuk setiap penghuni rumah, tiga bulan terakhir dalam keadaan sehat sehingga dapat melaksanakan tugas/ fungsi masing-masing, Ada seorang atau lebih anggota keluarga yang bekerja untuk memperoleh penghasilan, seluruh anggota keluarga umur 10-60 th bisa baca tulisan latin, Pasangan usia subur dengan anak 2 atau lebih menggunakan alat/obat kontrasepsi.


Berbeda dengan Bank Dunia yang menilai sumber utama kemiskinan dari perspektif ekonomi, penulis menilai bahwa sumber utama kemiskinan adalah kondisi kependudukan atau laju pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali dan kualitas hidup masyarakat yang rendah. BKKBN (2008) menggambarkan kualitas hidup penduduk dari indikator angka kematian bayi, angka kematian Ibu,  angka harapan hidup dan kualitas pendidikan. Dengan demikian, untuk mencapai tingkat efektifitas dan keberhasilan yang  tinggi, pengentasan kemiskinan pun harus berdasarkan pada sumber utama kemiskinan itu sendiri. Pengentasan kemiskinan  dengan menggunakan pendekatan ekonomi hanya bersifat jangka pendek dan telah menciptakan ketergantungan masyarakat kepada  kedermawanan pemerintah. Oleh karena itu, pendekatan ini harus diikuti dengan pendekatan kependudukan, yaitu melalui  program pengendalian laju pertumbuhan penduduk. Sudah barang tentu pengendalian laju pertumbuhan penduduk dapat dilakukan  melalui pelaksanaan program keluarga berencana (KB). Secara sederhana program keluarga berencana bertujuan untuk  meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup. (lala)

Comments

Popular posts from this blog

Bagian Proyek Jalan Rp 2,7 T di Paluta dan Palas Start Bulan Ini

EDY RAHMAYADI MINTA MAAF SOAL PERNYATAAN MAJU LAGI PILGUBSU

Hendri CH Bangun Terpilih Jadi Ketua Umum PWI Periode 2023-2028 di Kongres XXV di Bandung