Sumut Jadi Barometer Penyelenggaraan STQN XXV di Pontianak
Koordinator Musabaqah STQN XXV Kalbar,
Muhammad Azman Alka
PONTIANAK - Pengalaman Provinsi
Sumatera Utara (Sumut) sebagai tuan rumah dalam event Musabaqah Tilawatil Quran
Nasional (MTQN) XXVII tahun 2018 lalu, ternyata menjadi barometer dalam
penyelenggaraan Seleksi Tilawatil Quran Nasional (STQN) XXV di Kota Pontianak,
Kalimatan Barat (Kalbar).
Terutama pada penerapan sistem
teknologi informasi (TI) dalam penyelenggaraan MTQN XXVII di Sumut.
Penggunaan sistem finger print bagi peserta dan
penerapan e-maqra menjadi sistem yang diadopsi langsung dalam
penyelanggaraan STQN XXV di Pontianak.
Maqra adalah
soal atau daftar ayat yang nantinya akan dibaca oleh peserta. Sementara e-Maqra merupakan
aplikasi pendukung pelaksanaan Musabaqoh yang berisikan maqra-maqra (paket
bacaan atau paket soal) pada cabang-cabang tertentu seperti tilawah, tahfizh,
fahmil quran dan tafsir Alquran.
Sedangkan finger print merupakan
aplikasi untuk pendaftaran langsung kepada peserta, dengan begitu peserta dapat
langsung diidentifikasi melalui sidik jari, baik ketika mendaftar maupun ketika
tampil dalam perlombaan. Kedua sistem ini bertujuan untuk menjadikan seleksi
lebih transparan, kredibel dan efisien.
“Penyelenggaraan STQN maupun MTQN
tentunya tidak jauh berbeda. Namun memang ada hal yang baru pada saat MTQN di
Sumut yakni penggunaan sistem finger print dan e-maqra.
Kedua sistem ini yang kita adopsi dalam penyelenggaraan STQN XXV di Pontianak,”
ujar Koordinator Musabaqah STQN XXV, Muhammad Azman Alka, Selasa (2/7).
Lebih lanjut dijelaskan Azman,
kedua sistem tersebut telah mempermudah proses penyelenggaraan STQN di
Pontianak. “Kalau dulu untuk penentuan maqraini kan masih secara
manual, penentuannya dilakukan dengan mencabut soal yang ada di dalam
amplop-amplop. Tapi dengan sistem e-maqra ini peserta cukup
mengklik saja dengan jari sudah keluar soal acak yang harus ditampilkan oleh
peserta di hadapan dewan hakim,” terangnya.
Apalagi sistem finger
print, kata dia sangat berguna sekali untuk mengidentifikasi peserta dan
menghindarkan hal-hal yang tidak diinginkan. “Jadi dengan finger print peserta
ketika mendaftar langsung terindentifikasi sidik jarinya, sehingga kita bisa
menghindarkan hal-hal yang tak diinginkan misalnya perjokian peserta. Sebab,
dengan sistem ini dapat dipastikan peserta yang mendaftar dan peserta yang
tampil adalah orang yang sama. Itulah kemajuan yang kami adopsi dari
penyelenggaraan MTQN di Sumut,” jelas Azman.
Dikatakan Azman, Kalimantan Barat
baru pertama sekali menggelar STQN dan terakhir tahun 1985 menjadi tuan rumah
MTQN. Oleh karena itulah, dia mengaku untuk persiapan penyelenggaraan
tersebut banyak bercermin dari kegiatan sebelumnya baik MTQN di Sumut maupun
STQN XXIV tahun 2017 di Kalimantan Utara.
“Eventnya tidak jauh berbeda,
hanya saja memang pada penyelenggaraan STQN di Pontianak ini ada kategori lomba
yang belum pernah ada digelar pada event sebelumnya yakni kategori hapalan
hadis. Perbedaan ini pula yang menjadi istimewa bagi kami, karena kami pertama
sekali menggelar STQN dan pertama sekali juga kategori ini dilombakan di sini,”
paparnya.
Untuk kategori hapalan hadis ini
pihaknya mengakui mengalami kendala dari jumlah peserta yang masih minim. Sebab
dari keseluruhan peserta sebanyak 543 orang yang mengikuti kategori lomba ini
hanya sebanyak 40 orang padahal dari kategori lomba dengan jumlah peserta
berasal dari 34 provinsi harusnya peserta bisa mencapai ratusan orang.
“Harusnya bisa ratusan peserta.
Sebab untuk hapalan hadis ini ada tiga cabang lomba yakni hapalan hadis dengan
100 sanad dan hapalan 100 hadis tanpa sanad. Hapalan hadis 500 sanad dan
hapalan 500 hadis tanpa sanad serta ada kategori karya tulis. Untuk kategori
karya tulis ini memang sama sekali belum ada pesertanya pada STQN XXV, mungkin
event ke depan sudah ada pesertanya," harapnya.
Comments
Post a Comment