SMSI Minta Gubsu tidak Tempatkan ASN Gaptek pada Posisi Penting


Ketua SMSI Sumut Ir. Zulfikar Tanjung

Medan - Aparatur sipil negara (ASN) di era millenial saat ini tidak boleh gagap teknologi atau gaptek. Hal ini patut digarisbawahi dengan tinta tebal dan menjadi perhatian kepala daerah, termasuk Gubernur Sumut (Gubsu).

"Betapa tidak, di era revolusi industri 4.0, saat ini birokrat terutama para pamong muda harus melek teknologi dan harus mengikuti perkembangan teknologi informatika," tegas Ketua Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Sumut Ir Zulfikar Tanjung, Minggu (28/7).

Dalam diskusi terbatas Forum Intelektual Eksakta Sumut di Medan, Zulfikar yang juga Seksi Pempolkam PWI Sumut mengharapkan Gubsu dalam reposisi jabatan Pemprovsu saat ini juga mempertimbangkan aspek ini, terutama di tingkat teknis seperti eselon 3 dan 4. 

"Jangan lah Gubsu menempatkan ASN yang gaptek pada posisi-posisi penting kalau Sumut mau bermartabat. Kalau birokrat muda tidak boleh ada istilah gaptek, gaptek untuk generasi yang sepuh. Untuk generasi muda tidak ada istilah gaptek, sebab kalau tidak mengerti atau gaptek bagaimana menggunakan teknologi, termasuk memahami media siber," ujarnya.

Oleh sebab itu lanjutnya semua birokrat muda harus melek teknologi harus paham apa perkembangan terakhir. Harus paham perubahan teknologi juga membawa perubahan pada gaya birokrasi yang sebelumnya manual menjadi electronic government (e-government). 

Dengan penerapan e-government atau Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) ujarnya membuat ASN harus dapat memenuhi 4 tuntutan masyarakat ke depan, yang pertama menerapkan smart government melalui optimalisasi penggunaan teknologi informasi dan digitalisasi.

Kedua, penerapan open goverment dimana output ASN dapat diketahui publik dan dampaknya dirasakan langsung oleh masyarakat luas. Selanjutnya big data driven policy, dimana media sosial menjadi refleksi tuntutan publik kepada pemerintah.

Melalui pemanfaatan big data, pemerintah dapat menangkap aspirasi masyarakat serta memberikan layanan terbaik bagi masyarakat. Terakhir, cultural shifting atau pergeseran budaya karena tuntutan zaman.

"Budaya melayani dilakukan karena tuntutan jaman. Para ASN harus memposisikan layanan modern kepada sektor swasta, kalau ASN tidak memberikan yang terbaik, ASN bisa bangkrut, atau ASN bisa dipecat, artinya culture shifting menunjuk ASN untuk selalu memberikan yang terbaik dalam berbagai hal," ujarnya.

Dengan kata lain ASN harus dapat menjadi pribadi yang fleksibel, terbuka dan adaptif. Para ASN tidak perlu berlama-lama di kantor hanya untuk menunjukan seolah-olah pegawai rajin. Namun yang terpenting adalah dengan waktu terbatas, ASN dapat melakukan banyak hal yang berguna. 

Selain itu, lanjutnya ASN juga diminta untuk menghilangkan ego sektoral yang sering terjadi antar tiap unit kerja sehingga menyebabkan pelayanan menjadi kurang optimal. ASN harus menjadi leader. Leader yang bisa merangkul semua pihak. Jangan kemudian hanya menjadi followers.

Jadi jelas bahwa pemerintah harus memacu kecepatan peningkatan kualitas aparatur sipil negara (ASN) untuk pembentukan generasi Smart ASN demi terwujudnya birokrasi berkelas dunia. Generasi ini juga diharapkan dapat mengantisipasi tantangan disrupsi era revolusi industri 4.0. 

Digitalisasi birokrasi akan menciptakan pelayanan masyarakat yang semakin optimal, efisien, dan cepat. Smart ASN akan menjadi digital talent dan digital leader seluruh lini terdepan pelayanan pemerintahan, tuturnya. (*)

Comments

Popular posts from this blog

Direktur Aek Natio Group Raih Gelar Doktor

Gubsu Minta Atlet Sumut Raih Medali di Asian Games Korea

Prosesi Pernikahan Ira Menggambarkan Pengaruh Syamsul Arifin Masih Cukup Kuat