Gubsu, “Kader Jenggot”




Gubsu Jangan Lagi Pelihara “Kader Jenggot”

Medan,  - Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) H Gatot Pujo Nugroho ST MSi hendaklah tidak lagi memelihara birokrat “kader jenggot” yaitu aparatur yang tidak mengakar berdasarkan karier melainkan tumbuh dari atas karena dititipkan oleh atasan atas dasar kedekatan atau unsur nepotisme dan sejenisnya.
             Hal itu dikemukakan sejumlah kalangan termasuk sejumlah aparatur pegawai negeri sipil (PNS), Selasa (27/8) sehubungan indikasi merebaknya isu reposisi jabatan teras Pemprovsu setingkat kepala dinas dan pimpinan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) lainnya menyusul isyarat yang dilontarkan Gubsu bahwa pihaknya segera melakukan evaluasi SKPD yang tidak bekerja optimal pada Rapat Paripurna DPRD Sumut Senin (26/8) pagi.
Para pemerhati sosial politik dan kemasyarakatan maupun kebijakan publik menyambut baik isyarat Gubsu ini kendati tidak sedikit pula yang bernada skeptis karena khawatir pernyataan di depan anggota dewan itu hanya sekedar ‘lips service’, sehingga mereka mangemukakan masih menunggu tindak lanjut dan tindakan nyata dari orang namor satu di Sumut ini.
Salah satu parameter yang membuat mereka lagu mengingat kondisi riel jajaran Pemprovsu saat ini tidak dinafikan masih kentalnya aroma pejabat yang masih diragukan kompetensinya, termasuk beberapa diantaranya yang “lompat pagar” dari kabupaten dan kota, yang sering disebut sebagai “kader jenggot”, kader karbitan, kader “dagang sapi” dan berbagai istilah miring lainnya, yang intinya tidak jelas perjalanan karier namun tiba-tiba duduk pada posisi penting di Pemprovsu.  
"Tidak masanya lagi birokrat 'kader jenggot' berkiprah di jajaran pemerintah termasuk di lingkungan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu). Saat ini dunia sudah mengglobal, persaingan sudah semakin objektif. Jadi unsur primordial jangan lagi dikentalkan, melainkan harus yang berprestasi yang berhak maju," ujar Wakil Kelompok Masyarakat Pemerhati Kebijakan Publik (KMPKP) Sumut Ir Hafian Tan di Medan, Selasa (27/8).
            Dikemukakannya pihaknya merespon dan menilai positip komitmen Gubsu akan melakukan evaluasi dimaksud. Namun harus ada pembuktian. “Jabatan bukan hak melainkan amanah. Oleh sebab itu evaluasi mereka atas dasar prestasi dan dedikasi sehingga karier tersebut tumbuh secara objektif dari bawah, bukan dipaksakan,” tegas alumni USU ini.
Pengamat kebijakan publik lainnya Lifia yang alumni Fakultas Ekonomi USU mengingatkan salah satu indicator evaluasi hendaklah terhadap pejabat yang hanya bekerja dengan cara rutinitias tanpa mengembangkan inovasi sesuai pendekatan kinerja atas dasar kemampuan. “Pemprovsu harus dibangun atas dasar tim, jangan kerja diborong sendiri apalagi yang ada proyeknya, melainkan berdayakan staf,” tegasnya.
Mereka mengingatkan Gubsu bahwa sesungguhnya masyarakat saat ini sudah cukup cerdas dan semua aparatur terus dilakukan penilaian dan evaluasi oleh masyarakat atas dasar objektif sehingga ke depan di lingkungan Gubsu diharapkan tidak ada lagi pejabat yang duduk atas dasar birokrat “kader jenggot”, apalagi jika duduknya pada jabatan itu karena dikatrol atau terlibat “dagang sapi”, baik secara langsung maupun tidak.
“Gubsu harus memberikan pencerdasan dan contoh kepada masyarakat bahwa mari kita semua di bidang apapun kita mengabdi atas dasar prestasi dan profesionalisme dan bukan karena “kader jenggot” yang pandainya hanya berlindung dan menjilat atasan dengan  cara yang dianggapnya paling mudah adalah kasak-kusuk mendekati pihak-pihak yang diperkirakannya bisa membuka jalur kepada calon pemimpinnya. Tidak masanya lagi seperti itu,” tuturnya. (04)

Comments

Popular posts from this blog

Bagian Proyek Jalan Rp 2,7 T di Paluta dan Palas Start Bulan Ini

EDY RAHMAYADI MINTA MAAF SOAL PERNYATAAN MAJU LAGI PILGUBSU

Hendri CH Bangun Terpilih Jadi Ketua Umum PWI Periode 2023-2028 di Kongres XXV di Bandung