Jangan Hanya “Sandiwara Politik”
Jangan Hanya “Sandiwara Politik”
Dua pasangan Capres dan Cawapres yang akan “naik ring” 9 Juli mendatang menyatakan kesepakatan Damai
“Siap Menang dan Siap Kalah”. Kita tentu gembira. Hanya saja, diharapkan
kesepakatan ini tidak hanya sekedar “sandiwara politik”, melainkan benar-benar
ditanggungjawabi, dijaga dan saling menghargainya.
Ini penting
menjadi komitmen semua, sebab Pilpres bukan ‘game over’, dan kita tentu tidak menginginkan hanya
gara-gara ini masyarakat terkotak-kotak dan lagipula Pilpres bukanlah wadah “pertarungan
antar calon” dalam arti sempit, melainkan wadah untuk mencari pemimpin yang
diyakini membawa Sumut lebih baik lagi di masa mendatang.
Oleh sebab itu, meski kedua pasangan calon, tentu memiliki prediksi bakal
menang, namun harus disadari, bahwa pada akhirnya nanti, hanya muncul sepasang
pemenang. Artinya, satu pasangan akan kalah dan harus merelakan hanya satu pasangan saja yang akan
memimpin Indonesia lima tahun ke depan.
Dalam hal ini, rumus kalah dan menang akan berlaku, yang
mau tidak mau, harus dilalui. Semua kandidat dengan segenap pendukungnya, harus
siap menerima segala kemungkinan yang terjadi. Kesemuanya ini merupakan
konsekuensi dari demokrasi itu sendiri.
Lagipula, kita semua tentu sudah sepakat, pemilu presiden ini harus berjalan
demokrasi, jujur, adil dan bermartabat, sehingga dapat mempertahankan
sendi-sendi kehidupan sosial politik masyarakat, secara kondusif dan harmoni,
yang selama ini telah terbina secara baik.
Jadi,
siapa pun yang menang nanti, wajar bersyukur dan bergembira, dan harus kita dukung. Sementara yang kalah,
hendaknya berjiwa besar. Segalanya belum berakhir, sebab masih banyak peran yang dapat dilakukan
untuk mengabdi pada bangsa dan negara, bukan hanya harus menjadi presiden dan wakil presiden.
Dengan kesepakatan bersama ini, kita
optimis, kedua pasangan calon dengan seluruh parpol
dan massa pendukungnya sudah komit untuk “siap kalah, siap menang” dan diharapkan,
yang menang dan
kalah saling berangkulan.
Yang kalah memberi ucapan selamat
kepada pemenang, dan si pemenang menyampaikan terimakasih kepada yang kalah,
karena telah memberi kesempatan kepadanya untuk menang. Dengan begitu, kita akan merasakan, betapa indahnya demokrasi tersebut.
Oleh sebab itu kesepakatan bersama ini hendaklah
benar-benar dilaksanakan secara tulus dan sportif, karena akan menjadi sia-sia, apabila hanya bersifat “sandiwara politik”. Kita tidak
ingin kesepakatan ini, nantinya hanya indah di atas kertas saja, sementara
realitasnya menjadi lain, seperti terjadinya konflik akibat ada yang tidak
menerima hasil pilpres, apalagi, jika pihak yang kalah, seakan-akan kompak dan menyatu, untuk
“menyerang” yang menang.
Sebagaimana diungkap para
pakar dan pengamat politik, berdasarkan
pengalaman di selama ini setidaknya terdapat tiga simpul kerawanan yang sering
menjadi dalih ketika terjadinya protes-protes yang mengarah kepada tindakan
anarkis, akibat tidak menerima realitas hasil pemilu, karena pasangan yang diunggulkannya kalah.
Tiga simpul kerawanan yang sering dijadikan dalih
tersebut, yakni pertama, tudingan banyaknya massa pendukung yang tidak
terdaftar. Kedua, kalau pun terdaftar, tidak mendapat surat panggilan ke TPS,
ketiga, tudingan kepada KPU melakukan penggelembungan suara kepada salah satu
pasangan calon.
‘Warning’ ini hendaklah diantisipasi sejak dini.
Masing-masing pasangan calon dengan partai politik dan massa pendukungnya,
harus menyikapi ini secara objektif dan akurat, agar nantinya, tidak
menimbulkan suasana saling tuding, yang dapat menggiring opini publik ke dalam konflik
berkepanjangan, yang akhirnya, pelantikan Presiden dan Wakil Presiden akan tertunda.
Comments
Post a Comment