Gubsu : Tuntut Keadilan Bagi Hasil Perkebunan, Sumut Akan Ajukan Judicial Review UU 32 tahun 200s

Gubsu : Tuntut Keadilan Bagi Hasil Perkebunan, Sumut Akan Ajukan Judicial Review UU 32 Tahun 200s

Medan (Mimbar) - Gubernur Sumatera Utara H Gatot Pujo Nugroho terus menggesa Pemerintah Pusat untuk memberikan porsi bagi hasil perkebunan untuk pemerintah daerah. Diantaranya, Sumatera Utara akan mengajukan Judicial Review Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang selama ini menjadi pengganjal.

"Kita tidak akan lelah, terus berjuang untuk keadilan. Daerah layak mendapatkan porsi bagi hasil perkebunan demi kemakmuran masyarakat," ujar Gubsu kepada wartawan, Minggu (31/8).

Gubsu menjelaskan, Pemprovsu beserta DPRD Sumut sudah sepakat untuk mengajukan judicial review terhadap Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah dimana untuk tahap awal melalui penganggaran.

Sumut beserta beberapa provinsi lainnya akan menjadi pelpor mengajukan revisi Undang-undang 32 tahun 2004 ke  Mahkamah Konstitusi agar sektor perkebunan dimasukkan dalam kegiatan ekonomi berbasis sumberdaya alam sebagaimana sektor perikanan dan kehutanan yang karakteristiknya sama-sama sumber daya alam yang dapat diperbaharui.

Setidaknya, ujar Gubsu, dalam revisi Undang-undang dimaksud, Daerah mendapat dana bagi hasil dari PPh pasal 21 (perorangan) dan PPh pasal 25 (badan) bersumber dari usha perkebunan milik Negara (PTPN) dan asing.
Rencana melakukan judicial review UU tersebut ke Mahkamah Konstitusi sudah dibahas dan disepakati dengan DPRD serta dimasukkan  dalam draft RAPBD TA 2015 yang kini sudah masuk tahap finalisasi.

Gubsu  di hadapan Menteri Koordinator Perekonomian Chairul Tanjung dan jajaran menteri bidang ekonomi dalam Rapat Koordinasi Percepatan Pembangunan Infrastruktur di Kawasan Sumatera, Jumat (29/8), Hotel Grand Inna Muara, Padang kembali menggesa pusat untuk membagi dana hasil perkebunan untuk daerah.  Gubsu menjelaskan aktivitas perkebunan memberikan dampak lingkungan dimana menjadi salah satu faktor penyebab rusaknya infrastruktur karena tingginya mobilitas angkutan tandan buah segar maupun CPO yang melebihi muatan.

Permintaan Gubsu itu kemudian disambut pula oleh Gubernur Bengkulu Junaidi Hamsyah yang mengaku suda dua kali menyurati Menteri Keuangan terkait permohonan memperoleh Dana Bagi Hasil Perkebunan. Namun, Junaidi mengeluhkan bahwa  surat permohonan tersebut tak berbalas hingga kini.

Menanggapi pernyataan Gubsu dan Gubernur Bengkulu, Menteri Pertanian Suswono mengatakan pihaknya sebenarnya sepakat dengan  usulan daerah. Menteri menjelaskan tidak menetesnya bagi hasil perkebunan ke daerah justeru kontraproduktif bagi sektor perkebunan. Di Kalimantan Selatan, perusahaan perkebunan membangun sendiri jalan, sehingga menambah cost dan menurunkan daya saing industri. Kementerian Pertanian menurunnya sudah ikut mendukung perjuangan daerah dimaksud, namun memang ditolak.

Perjuangan Sumatera Utara untuk memperoleh bagi hasil dilakukan sejak 2006. Sumut bersama lima belas provinsi seluruh Indonesia menyurati presiden  agar sektor perkebunan dimasukkan dalam kegiatan ekonomi berbasis sumberdaya alam sebagaimana sektor perikanan dan kehutanan yang karakteristiknya sama-sama sumber daya alam yang dapat diperbaharui. Kesepakatan dilakukan

Dalam Pertemuan Asosiasi Pemerintah Peovinsi Seluruh Indonesia (APPSI) di Mataram pada 23 Mei 2006 Gubernur Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Riau, Bangkabelitung Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Papua dan Sulawesi Tengah.

Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, agar sektor perkebunan dimasukkan dalam kegiatan ekonomi berbasis sumberdaya alam sebagaimana sektor perikanan dan kehutanan yang karakteristiknya sama-sama sumber daya alam yang dapat diperbaharui.

Dalam revisi Undang-undang dimaksud, Daerah mendapat dana bagi hasil dari PPh pasal 21 (perorangan) dan PPh pasal 25 (badan) bersumber dari usha perkebunan milik Negara (PTPN) dan asing.

Padahal aktivitas perkebunan memberikan dampak negatif bagi lingkungan dimana menjadi salah satu faktir penyebab rusaknya infrastruktur karena tingginya mobilitas angkutan tandan buah segar maupun CPO yang melebihi muatan.


Tahun pada akhir bulan Mei 2006 kepala daerah berkumpul di Mataram Pemprov Aceh, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Riau, Bangkabelitung Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Papua dan Sulawesi Tengah.

Comments

Popular posts from this blog

Bagian Proyek Jalan Rp 2,7 T di Paluta dan Palas Start Bulan Ini

EDY RAHMAYADI MINTA MAAF SOAL PERNYATAAN MAJU LAGI PILGUBSU

Hendri CH Bangun Terpilih Jadi Ketua Umum PWI Periode 2023-2028 di Kongres XXV di Bandung