Dana Insentif Tiga Daerah Tak Cair
Dana Insentif Tiga Daerah Tak Cair
Medan, (Mimbar) - Tiga daerah di Sumut yakni kabupaten Karo, Kota Sibolga dan Tanjung Balai saat ini sudah terkena sanksi keterlambatan penyerahan Ranperda APBD 2016. Ketiganya tidak mendapatkan dana insentif, namun hingga saat ini proses ranperda tersebut belum juga tuntas, bahkan kabupaten Karo sama sekali belum menyerahkan RAPBD 2016.
“Sekarang ini yang belum tuntas RAPBD nya tinggal tiga daerah lagi lah. Kalau kota Tanjung Balai dan Sibolga sedang kita evaluasi, kalau Karo ini yang belum,” ujar Kabid Evaluasi APBD kabupaten/kota di Sumut, Benjamin Gultom, Rabu (23/3).
Dijelaskan Gultom, ketiga daerah ini memang memiliki masalah klasik terkait peneyerahan RAPBD, sebab di tahun-tahun sebelumnya yang selalu terlambat dari 33 daerah di Sumut tetap adalah ketiga daerah tersebut.
“Kalau kami bilang ini masalah klasik, penyakit tahunanlah karena memang selalu saja yang tiga daerah ini yang sering terlambat. Masalahnya itu dia kita tidak bisa memfasilitasinya karena ini terkait dengan komunikasi dari legislative maupun eksekutif di daerah itu yang kurang maksimal,” jelas Gultom.
Dijelaskan Gultom, ketiga daerah ini juga sudah diberlakukan sanksi dengan tidak cairnya dana insentif seperti DAU dan DAK sesuai dengan Permendagri No 3 tahun 2006, di mana masing-masing daerah telah diberikan batas waktu dalam penyusunan APBD. Artinya, kalau masing-masing daerah tidak bisa menyusun APBD nya tepat waktu maka akan diberikan sanksi berupa penundaan penyaluran dana insentif dari pemerintah pusat.
Sebelumnya Mendagri sudah menetapkan deadline paling lama penyerahan RAPBD itu yakni akhir bulan Januari. “Tiga daerah ini sudah diberlakukan penundaan dana insentifnya, hingga mereka menyelesaikan RAPBD nya barulah dana tersebut kembali dicairkan. Namun, kalau untuk penghentian gaji bupati/walikota maupun anggota dewannya, itu masih bisa dicairkan mereka dengan membuat peraturan kepala daerah (perkada) nya, tapi itu hanya untuk pencairan urusan wajib yang mengikat seperti gaji kalau pengadaan dan lainnya itu tidak boleh,” papar Gultom.
Dikatakan Gultom, kendala lambatnya proses pengajuan RAPBD di tiga daerah ini, selain komunikasi antara legislatif dan eksekutif yang dinilai kurang maksimal, selain itu juga karena adanya masalah anggaran yang ditolak oleh masyarakat. Seperti di kota Tanjung Balai terkait penolakan pembelian 22 unit mobil dinas anggota dewan, sehingga membuat lambannya proses penyerahan RAPBD tersebut ke provinsi untuk dieksaminasi.
Kondisi seperti ini jelas Gultom juga pihaknya tidak bisa memfasilitasinya, sebab untuk anggaran sesuai dengan UU otonomi daerah itu merupakan otoritasnya kepala daerah setempat. Pemprovsu hanya memberikan saran sesuai dengan aturan Permendagri terkait usulan anggaran yang diajukan. “Kalau kami paling wewenangnya hanya memberikan saran agar daerah mengurangi belanja yang tidak perlu agar bisa mengurangi utang, atau anggarannya bisa dialokasikan ke anggaran lain. Seperti rencana pembelian mobil dinas itu kan sudah masuk di KUA PPAS mereka tapi pertimbangannya kami sarankan apakah sudah layak anggaran sekarang untuk membeli mobil dinas itu, artinya kan meski sudah direncanakan tidak harus realisasinya tahun ini, seperti itulah yang kita sarankan,” terang Gultom.
Menanggapi hal ini, pengamat kebijakan anggaran di Sumut, Elfenda Ananda mengatakan, kondisi ini mencerminkan kalau eksekutif maupun legislatif di tiga daerah ini sama sekali tidak ada komitmen untuk segera menyelesaikan RAPBD nya terutama kabupaten Karo.
Apalagi lanjut Elfenda,melihat rekam jejak dari Kabupaten Karo tidak hanya tahun ini saja keterlambatan ini terjadi,melainkan sudah terjadi sejak tahun 2013,terutama sejak adanya perseteruan kepala daerah sehingga pergantian kepala daerah terjadi di Karo.
"Kita melihat Karo ini sama sekali tidak ada jadwal kapan agenda seperti tahapan dan penyerahan draft RAPBD dilakukan, artinya kalau eksekutifnya sudah menyerahkan sebelum pergantian tahun harusnya ini tidak terjadi. Tapi ini kan karena penyerahan draft dari eksekutif juga belum dilakukan makanya lamban,apalagi pernah juga Karo sama sekali tidak ada mengajukan PAPBD,tapi saya lupa itu tahun berapa," terang Elfenda.
Dikatakannya dengan kondisi seperti ini, maka Mendagri dan Menkeu diminta untuk tetap menegakkan aturan jangan hanya gertak sambal dan tidak memilah-milah daerah dan tidak pandang bulu. "Harusnya diberikan sanksi jangan sampai ada pandang bulu dan aturan harus ditegakkan, Karo harus diberikan sanksi," kata Elfenda.
Dikatakan Elfenda, Plt Gubsu juga harus tegas dan harus ada supervisi kalau memang bermasalah terus berarti pengelolaan APBD nya buruk, sehingga untuk bantuan-bantuan keuangan dari provinsi sebaiknya dihentikan. "Harusnya biar ada efek jera maka bantuan keuangan dari provinsi terhadap daerah-daerahyang lamban ini juga harus dihentikan seperti DBH dan DBD,sehingga tahun depan bisa lebih baik," terang Elfenda.
Comments
Post a Comment