Nelayan Medan Utara Mengadu Ke Wagub Soal Aturan Penangkapan Kepiting
Nelayan Medan Utara Mengadu Ke Wagub Soal Aturan Penangkapan Kepiting
Medan (Mimbar) - Wagubsu Ir H Tengku Erry Nuradi MSi
akan meneruskan keluhan masyarakat nelayan Medan Utara terkait Peraturan
Menteri Kelautan dan Perikanan tentang aturan penangkapan lobster, kepiting dan
ranjungan yang dinilai merugikan nelayan.
Hal tersebut disampaikan Wagub Sumut
Tengku Erry Nuradi saat menerima audiensi perwakilan Forum Masyarakat Nelayan
Bersatu (FMNB) Medan Utara di ruang kerjanya kantor Gubernur Sumut, Jl
Diponegoro Medan, Kamis (26/2/2015).
Hadir dalam audiensi Ketua FMNB Medan
Utara Azhar Ong, Wakil Ketua Ust Mulyadi MZ SPdi, Sekretaris Idham Yonara MS,
Wakil Sekretaris Kusmanto, Humas Agus Leo dan sejumlah angota FMNB Medan Utara
lainnya. Sementara Wagub Sumut didampingi Kepala Dinas (Kadis) Perikanan dan
Kelautan Sumut Zonny Waldi SSos MM, Kabid Kesbangpolinmas Sumut Muhammad dan
Kepala Seksi (Kasi) Postel Diskominfo Sumut Yusran Lubis.
Dalam kesempatan itu, Erry menyatakan,
Peraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan RI No 1 Tahun 2015 tentang
ukuran dan berat lobster (Panulirus spp), kepiting (Scylla spp), ranjungan
(Portunus Pelagicus spp) dan kepiting soka yang boleh ditangkap. Dalam Permen
tersebut, nelayan hanya membolehkan menangkap lobster dan kepiting diatas berat
200 gram. Sedang ranjungan 55 gram dan kepiting soka 150 gram.
“Permen ini akhirnya ditunda
pemberlakuannya hingga Januari 2016 mendatang. Tetapi Menteri Susi Pujiastuti
mengeluarkan surat edaran nomor 18 tahun 2015 yang mengatur berat dan ukuran
berat lobster, kepiting, ranjungan dan kepiting soka yang boleh ditangkap dan
diperjualbelikan,” jelas Erry.
Erry mengatakan, surat edaran tersebut
merupakan bentuk upaya pemerintah untuk menjaga dan melestarikan kekayaan laut
secara berkelanjutan.
“Kita menyadari, pemerintah berusaha
menjaga keberlangsungan kekayaan laut untuk memakmuran rakyat. Meski demikian,
tidak jarang aturan yang dibuat pememberikan dampak terhadap ekonomi masyarakat
nelayan tradisional yang selama ini menggunakan alat tangkap sederhana,” papar
Erry.
Untuk itu, Erry akan menyampaikan keluhan
nelayan tradisional yang tergabung dalam FMNB Medan Utara kepada pemerintah
pusat.
“Masyarakat boleh menyampaikan aspirasi.
Apapun itu bentuknya, Pemerintah Provinsi Sumatera akan meneruskan keluhan
masyarakat nelayan ini kepada pemerintah pusat,” ujar Erry.
Sementara Ketua FMNB Medan Utara Azhar Ong
mengatakan, surat edaran Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pujiastuti tentang
ukuran dan berat lobster, kepiting, ranjungan dan kepiting soka, sangat
merugikan masyarakat nelayan tradisional karena alat tangkap yang digunakan
masih sangat sederhana.
“Alat tangkap tidak bisa membedakan ukuran
kepiting. Ini menjadi persoalan serius. Hampir sebagian besar hasil tangkapan
tidak layak jual. Akibatnya, penghasilan nelayan menurun drastis,” jelas
Azhar.
Azhar berharap, surat edaran tersebut
ditinjau ulang agar nelayan tradisional dapat bertahan hidup dan membiaya
pendidikan anak. Jika tidak, pemerintah menelurkan program lanjutan sebagai
solusi dari dampak surat edaran tersebut, salah satunya dengan memberikan
bantuan alat yang dapat menangkap kepiting sesuai aturan pemerintah.
Surat edaran tersebut tidak hanya
berdampak pada nelayan di 3 kecamatan yakni Medan Labuhan, Belawan dan
Kecamatan Marelan, tetapi juga bagi seluruh nelayan tradisional di sepanjang
pesisir pantai timur dan barat Sumatera.
Selain itu, nelayan juga tidak dapat
melaut karena adanya Peraturan Menteri Perikanan dan Kelautan RI No. 2 Tahun
2015 tentang Tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawls)
dan Pukat Tarik (Seine Nets) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara
Republik Indonesia.
“Sementara ini nelayan masih menggunakan
alat tangkap ikan yang dilarang pada Permen-KP No 2 Tahun 2015,” keluh Azhar.
Comments
Post a Comment