Nelayan 'Kepiting' Demo Kantor Gubsu
Nelayan 'Kepiting' Demo Kantor Gubsu
Medan (Mimbar) - Ratusan nelayan dan pembudidaya kepiting dari Kabupaten Langkat, Serdang Bedagai dan Medan menggelar aksi di kantor Gubsu, Selasa (3/2). Mereka meminta Gubsu Gatot Pujo Nugroho menyampaikan aspirasi mereka kepada Menteri Kelautan dan Perikanan. Soalnya, kebijakan Menteri Susi tentang pembatasan tangkapan dan ekspor kepiting berdampak serius dengan kehidupan ekonomi mereka.
Sejumlah perwakilan nelayan diterima untuk menyampaikan aspirasinya di ruang lama kantor Gubsu. Mereka disambut Gubsu diwakili Asisten III Bidang Kessos OK Zulkarnaen, Kadis Perikanan dan Kelautan Sumut Zohny Waldi dan Kasatpol PP Zulkifli Taufik dan unsur kepolisian.
Menurut, Misno, perwakilan nelayan, akibat terbitnya Permen Kelautan dan Perikanan RI Nomor 1/Permen-KP/2015, harga komoditi kepiting di tingkat agen langsung anjlok. Biasanya untuk kepiting besar dijual dengan harga Rp140 ribu per kilogram, sekarang agen hanya mau membeli Rp40 ribuan per kilogram. Alasan agen, karena sekarang tidak lagi untuk ekspor. Sedangkan pasaran harga kepiting di dalam negeri tidak begitu menjanjikan.
Selain itu, peraturan menteri itu juga membatasi penangkapan kepiting hanya ukuran lebar karapas di atas 15 cm atau berat 150 gram juga menyulitkan bagi nelayan. Khususnya, nelayan budidaya kepiting lunak. Soalnya, untuk ukuran 150 gram dibudidayakan menjadi kepiting lunak akan sulit. Karena tingkat kematiannya juga tinggi. Selama ini, kepiting kecil yang ditangkap nelayan dijual dijadikan bibit untuk kepiting lunak. Harga jual Rp20 ribuan per kilo.
Menurut nelayan, alasan kebijakan karena kekhawatiran dengan minimnya populasi kepiting karena persoalan tersebut juga tidak berdasar. Mereka menilai, penyebab minimnya populasi lebih karena perusakan hutan bakau (mangrove) yang sudah sangat meluas. "Kalau kami menggunakan alat tangkap tradisional," tambah Rahmansyah, nelayan tangkap yang sudah 15 tahun menggeluti usaha ini.
Para nelayan menilai, kebijakan Menteri Susi Pudjiastuti tersebut tidak berdasarkan kajian yang matang. Kalaupun ada diberikan solusi untuk mengalihkan usaha nelayan itu dengan lainnya, juga tidak secepat kilat. "Misalnya, kami pembudidaya kepiting lunak. Kami sudah menanamkan investasi besar dengan membuat rak-rak dan lainnya. Kalau dialihkan ke usaha lain, maka investasi kami tersebut menjadi sia-sia," timpal nelayan lainnya, Edy Chandra.
Malah yang lebih menyakitkan, para nelayan mengaku, kebijakan tersebut pas di saat sedang tingginya permintaan kepiting menjelang perayaan Tahun Baru Imlek dan Cap Go Meh. "Di saat menjelang Imlek, biasanya harga kepiting cukup bagus. Tapi, dengan adanya kebijakan itu membuat para nelayan terpuruk. Makin lama kami makin sulit. Kami minta bantu sampaikan aspirasi kepada Menteri soal ini," sebut Rahmansyah lagi.
Begitupun, para nelayan mengaku sepakat dengan aturan untuk tidak menangkap kepiting yang bertelur agar populasinya makin meningkat. "Tapi untuk pembatasan besar itu perlu dievaluasi lagi," kata Edy Chandra.
Sedangkan untuk Permen KP No. 2 Tahun 2015 tentang pelarangan penangkapan dengan menggunakan alat tangkap pukat trawl, pukat gandeng, seluruh nelayan setuju. Mereka juga minta pemerintah serius menangani soal hutan mangrove yang digerogoti para pengusaha hitam.
Kadis Perikanan dan Kelautan Sumut Zohny Waldi mengaku, sebelumnya aspirasi nelayan sudah disampaikan dalam pertemuan dengan Menteri Perikananan dan Kelautan belum lama ini. "Kita minta adanya kebijakan khusus dan evaluasi lagi," sebutnya.
Dalam pertemuan itu, Menteri berjanji akan mengeluarkan petunjuk teknis pelaksanaan aturan tersebut. "Termasuk juga soal dibolehkannya dulu ekspor stok kepiting dari pengusaha kita sekitar 250 ton. Kalau tidak, pengusaha kita akan rugi besar," sebut Zohny.
Comments
Post a Comment