Mahathir Muhammad Optimis Umat Islam Siap Menghadapi MEA 2015
Mahathir Muhammad
Optimis Umat Islam Siap Menghadapi MEA 2015
Medan (Mimbar) - YABhg Tun Dr Mahathir Muhammad optimis umat Islam siap dan mampu mengambil peran optimal menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015.
Mantan Perdana Menteri Kerajaan Malaysia itu mengemukakan hal ini saat pembicara pada Seminar Internasional MEA 2015, Sabtu (10/1) di Grand Ball Room JW Marriot Hotel Medan.
Seminar yang dihadiri Tun Dr Mahathir Muhammad yang didampingi istrinya Tun Dr Siti Asmah digelar Harian Waspada sehubungan HUT ke-68 surat kabar tersebut.
Dihadapan para pejabat teras RI seperti Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Anies Baswedan PhD, Gubsu Gatot Pudjo Nugroho, Wagubsu T. Erry Nuradi, Wali Kota Medan Djulmi Eldin, Kapoldasu Irjen Pol Eko Hadi Sutedjo, Kajati Sumut M Yusni, anggota DPR RI yang juga politisi Gerindra Gus Irawan, Konjen Turki Rahmat Shah, Mahathir menyatakan optimisnya didasari pemikiran bahwa umat Islam harus mengubah pola pandang dan cara berpikirnya dalam menghadapi perubahan global yang demikian cepat ini.
"Saya telah berpikir mendalam, umat Islam menghadapi dunia yang berubah sangat pesat. Memahami zaman Rasulullah SAW 1400 tahun silam dan ajaran-ajaran Islam yang dijabarkan Nabi Muhammad SAW pada masanya terbukti menjadi pandangan mayoritas tentang Islam untuk semua zaman," katanya.
Mahathir Muhammad yang masih tampak segar di usianya 90 tahun (pada Juli 2015 ini) mengingatkan umat Islam telah diserang oleh berbagai malapetaka. Akan tetapi kewaspadaan umat Islam dan negara Islam di Asia Tenggara masih dalam keadaan stabil dan aman serta tidak ada gangguan dalam beribadah sesuai dengan berpegang cara hidup orang Islam.
Pegangan cara hidup Islam ini, lanjutnya, akan membawa kebahagiaan hidup umat manusia di dunia.
Negara ASEAN masih memiliki pemerintahan yang kokoh dan tertib serta mampu menjaga keselarasan dalam hidup beragama. Ini bukan perkara biasa bagi negara maju lainnya.
Banyak hal, kata mantan PM Malaysia ini yang harus dilakukan untuk kestabilan seperti yang terdapat di negara maju, yakni stabil mencapai kejayaan ekonomi Islam.
Negara ASEAN tidak diilihat sebagai pasar strategis oleh umat Islam. Ekonomi dan perbankan Islam masih sebatas kajian saja dan belum dilaksanakan secara menyeluruh di negara ASEAN. Umat Islam sendiri, kata Mahathir, masih lebih mengutamakan aspek keIslamannya untuk diri sendiri.
"Umat Islam masih terfokus pada ibadah fardu ain, yakni shalat, membayar zakat, menunaikan ibadah haji dan belum memandang fardu kifayah sebagai kekuatan ekonomi yang juga memiliki nilai ibadah tinggi," katanya. Mahathir juga mengingatkan perbedaan-perbedaan yang ada di kalangan umat Islam seharusnya tidak menjadi perpecahan, akan tetapi menjadi kekuatan bagi umat Islam.
"Perbedaan pendapat ini bahkan menimbulkan sikap permusuhan dengan pemerintah dan hal ini melemahkan umat Islam sendiri," kata Mahathir dengan sikap tegas mengatakan perbedaan pendapat harus ditepikan dan dicari cara untuk mengatasinya.
Satu gerakan terpadu perlu digerakan dan strategi disusun. Seperti halnya cara perniagaan di zaman ini sudah banyak berubah. Sekarang ini kedai kecil tidak lagi mampu membekali hidup sesuai kebutuhan masyarakat modern. Sekarang telah hadir shopping mall (komplek/pusat perbelajaan) yang memerlukan modal besar. Butuh ratusan juta dolar sebagai pemodalnya, hal semacam ini belum ada di perniagaan Islam.
"Jika tidak hati hati, umat Islam akan terpinggirkan. Akan malang nasib umat Islam yang hanya menjadi pengguna (konsumen) bukan pembekal (pembuat/produsen). Padahal sebagai pengguna tidak mejadi kekayaan. Modal tidak menjadi hal serius, namun umat Islam tidak berupaya.
Perbankan Islam hanya menjadi tahap percobaan walaupun diterima. Umat Islam sendiri belum menggunakan perbankan Islam untuk mengatasi kesenjangan ekonomi yang sudah berubah ini dari kecil menjadi besar.
Perjajian AFTA katanya membuka pasar MEA meningkat, umat Islam ASEAN memiliki modal besar berpeluang dalam pasar terbuka, namun sekali lagi umat Islam tidak berupaya, sehingga keterbukaan pasar MEA hanya dinikmati orang lain.
Seperti halnya sisem franchise, umat Islam belum mengelola peluang itu. Padahal ada kebutuhan mendesak akan makanan halal.
"Saya
suka makan nasi Padang, di Kuala Lumpur hanya ada 3 restoran nasi Padang. Dan
nasi Padang sangat terkenal di ASEAN. Peluang franchise nasi Padang sangat
terbuka lebar,,"katanya yang menegaskan kebutuhan makanan halal adalah
mendesak, di mana umat Islam harus mengambil bagian dari industri food
processing.
Mahathir berkeyakinan food processing bisa tumbuh menjadi industri besar. Namun kelemahannya masih terpusat pada permodalan yang besar, perjanjian dagang antar bangsa dan kebijakan pemerintah yang belum mendukung.
Hal yang tak dipungkiri, kata Mahathir, kemajuan teknologi belum dikuasai umat Islam. Sejauh ini kecanggihan teknologi posisi umat Islam masih menjadi pengguna, demikian pula di negara-negara Timur Tengah yang kaya modal masih mengelola uangnya hanya di sektor tanah dan properti, bukan pada industri teknologi canggih seperti halnya peralatan militer, sehingga saat ini negara Islam masih bergantung pada negara lain.
Sekali lagi saya menekankan kepada umat Islam ASEAN harus mengubah cara pandang berpikirinya untuk lebih fokus pada ibadah fardu kifayah yang bisa membangkitkan kejayaan ekonomi umat Islam.
Mahathir juga menyinggung soal kebebasan bersuara dan bersurat kabar haruslah beradab dan tidak menyinggung perasaan orang/bangsa lain. "Kita tidak dapat menerima penghinaan dan satire-satire yang membuat kemarahan umat Islam, selayaknya kebebasan bersuara dan bersurat kabar harus dilakukan penuh beradab dan menghargai kebebasan beragama bangsa lain," kata Mahathir yang berpesan untuk menjadi negara maju akan lebih mudah tercapai jika setiap bangsa bisa saling menghargai.
Comments
Post a Comment