Waspadai Inflasi Tinggi, TPID se Sumut Bahas Instrumen Kendalikan Harga
Waspadai Inflasi Tinggi, TPID se Sumut Bahas Instrumen Kendalikan Harga
# Jelang Puasa/Lebaran Plt Gubsu Minta TPID Kab/kota Fokus Kendalikan Harga
Parapat, (Mimbar) - Pelaksana Tugas Gubernur Sumatera Utara meminta Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Kabupaten/kota se Sumatera Utara untuk segera melakukan langkah-langkah antisipasi untuk mengendalikan harga di wilayah masing-masing.
Dia menginstruksikan TPID kabupaten/kota bisa menerapkan langkah-langkah antsipasi diantaranya menjamin ketersediaan barang dan jasa kebutuhan masyarakat, memastikan pasokan melalui monitoring ke sentra produksi dan intervensi pasar.
Hal itu diungkapkan dalam sambutan yang disampaikan oleh Sekda Provsu H Hasban Ritonga pada saat membuka Rapat Koordinasi TPID Kabupaten/kota se Provinsi Sumatera Utara di Hotel Niagara Parapat pada Jumat (22/4).
Hadir dalam acara yang difasilitasi Bank Indonesia itu Pimpinan Bank Indonesia Sumatera Utara Medan Difi A Johansyah, Kepala Bidang Moneter Kemenko Perekonomian Puji Gunawan, Kepala Divre Bulog se Sumut Fatah Yasin, pimpinan Kantor Perwakilan BI Medan, Sibolga dan Kota Pematang SIantar dan TPID kabupaten/kota se Sumatera Utara.
Rakor TPID digelar dalam upaya menghadapi potensi ancaman inflasi seperti yang terjadi pada bulan Maret 2016 yang lalu yakni secara bulanan (month to month) sebesar 0,84%, sementara inflasi nasional sebesar 0,19 persen. Dijelaskan, peningkatan tekanan inflasi terjadi di seluruh kota sampel perhitungan indeks harga konsumen (IHK) di Sumut yaitu Kota Medan inflasi sebesar 0,88%, Pematangsiantar 0,66%, Padang Sidempuan inflasi sebesar 0,54% dan Kota Sibolga 0,75%.
“Jika dilihat inflasi secara triwulan, Inflasi Sumut pada triwulan I tercatat sebesar 2,00 %, sementara inflasi nasional 0,62 % sehingga inflasi Sumut pada triwulan I diaatas inflasi nasional 1,38%,” kata Plt Gubsu. Bahkan menurut Kepala BI Difi Djohansyah, Sumut menduduki posisi tertinggi angka inflasi dari seluruh provinsi di Indonesia.
Faktor penyebab tinginya inflasi pada bulan Maret 2016 ini adalah naiknya harga komodistas seperti harga cabe merah naik 39,11%, harga bawang merah naik 29,18%, harga mobil naik sebesar 5,44%, harga rokok putih naik 9,47% dan lain-lain.
“Perlu melakukan kunjungan ke sentra produksi pertanian, peternakan, gudang-gudang distributor dan pasar-pasar untuk menjamin ketersediaan barang dan jasa kebutuhan masyarakat,” imbuh Plt Gubsu. Dikatakannya, mengingat tingginya angka inflasi Sumut pada triwulan pertama tahun 2016 ini, maka perlu diantisipasi terjadinya inflasi akibat kenaikan harga kebutuhan menjelang bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri. “Saya mengharapkan tim pengendalian inflasi daerar kabupaten/kota melakuan melakukan rapat TPID dengan mengundang para distributor, instansi terkait di wilayah asing-masing,” ujarnya.
Selain itu perlu menjamin ketersediaan informasi harga pangan bagi semua pelaku ekonomi, baik produsen (petani), pedagang dan konsumen dan melaporkan perkembangan harga di daerah melalui PIHPS “Siharapanku”.
Sementara itu, Difi menambahkan tekanan inflasi volatile foods pada Bulan Maret 2016 yang lalu mengalami kenaikan harga yang cukup signifikan untuk komoditi cabe merah dan bawang merah. Hal ini tidak sejalan dengan keadaan Sumatera Utara yang merupakan sentra komoditi cabe merah seperti kabupaten Batubara, Karo, Simalungun dan lain-lain. Padahal Sumut tercatat sebagai produsen cabe merah nasional terbesar ke dua dengan kontribusi memenuhi 18% kebutuhan cabe nasional.
Adapun penyebab tingginya harga komoditi cabe merah di Sumut pada bulan Maret 2016 adalah menurunnya pasokan cabe di pasar-pasar di Sumut sehingga mengakibatkan terjadinya kenaikan harga, sementara itu cabe merah dari sentra produksi kabupaten Batubara dipasarkan di luar Provinsi Sumut, seperti Pekanbaru, Batam, Padang dan lain-lain.
“Untuk itu perlu dicarikan solusi, menentukan instrument yang tepat secara bersama untuk menjaga inflasi menghadapi Bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri,” ujarnya.
Difi mengatakan bIla Sumut tidak mewaspadai gejala ini, dikhawatirkan bila tidak dilakukan langkah-langkah antispasi maka sasaran angka inflasi Sumut sebesar 4±1 % tidak akan tercapai. Berdasarkan pengamatan BI, menurutnya ada perubahan pola pergerakan inflasi yang tidak terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. “Awal Januari hingga April adalah periode panen raya beras dan cabe merah, sehingga umumnya di Sumut pada periode itu justeru terjadi deflasi. Namun pola yang terjadi selama tiga tahun sebelumnya itu tidak terjadi lagi, malah tahun ini Sumut alami inflasi,” ujarnya. Dengan demikian Bonus deflasi tidak terjadi, sehingga dikhawatirka secara akuimulasi angka inflasi Sumut pada akhir tahun 2016 nanti tinggi dan sasaran tidak tercapai.
Berbagai instrument yang bisa dilakukan secara bersama adalah mempercepat implementasi toko tani yang di Sumut rencananya 60 unit, membangun pasar lelang komoditas sebagai sarana bagi pedagang dan petani berinteraski secara wajar serta mengaktifkan fitur early warning system pada PIHPS Sumut sebagai alat monitoring harga di 33 TPID kabupaten/kota se Sumut.
Comments
Post a Comment