Gubsu Mendadak Kunjungi Nelayan Bagan Deli
Gubsu Mendadak Kunjungi Nelayan Bagan Deli
*Banyak Terima Keluhan Soal Penegakan Hukum di Laut
Belawan (Mimbar)
- Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho mendadak mendatangi Tempat
Pelelangan Ikan Bagan Deli di Belawan, Medan, Kamis (17/4). Gatot menyempatkan makan siang bersama kelompok nelayan sekaligus menyerap
aspirasi mereka. Nelayan memanfaatkan pertemuan ini untuk curhat soal
kondisi mereka.
Kedatangan Gubernur yang didampingi oleh Kepala
Dinas Kelautan dan Perikanan Sumatera Utara Zulkarnain membuat kaget
para nelayan. Sebab hadirnya Gubsu tidak ada persiapan protokoler
pejabat setempat.
Kepada nelayan, Gubsu mengaku hanya ingin
silaturahim dan mengetahui kondisi mereka sekaligus merayakan HUT ke-66
Pemprov Sumut yang jatuh pada Selasa (15/4) lalu.
Namun, lanjut
Gubsu, hal yang paling substansi dalam kunjungan dadakannya adalah untuk
menyerap aspirasi para nelayan. Gubsu kemudian mengajak nelayan makan
siang bersama di warung makan di sekitar TPI.
Saat makan bersama
dimanfaatkan para nelayan menyampaikan berbagai permasalahan. Mulai dari
mengeluhkan lemahnya penegakan hukum di laut diantaranya banyak
pelanggaran zonasi, penggunaan alat tangkap yang terlarang dan nelayan
yang tidak memiliki izin melaut.
Salah seorang nelayan, Jalal
yang juga Sekjen Forum Pesisir Sumut, mengeluhkan aktivitas kapal
dengan alat tangkap pukat grandong yang menggunakan pemberat hingga ke
dasar. Alat tangkap ini mengangkut semua biota laut dan rentan merusak
habitat laut.
Sumarno, warga kelurahan Bagan Deli menambahkan
pukat gerandong ditarik oleh dua perahu. Pukat ini menabrak jaring atau
alat tangkap nelayan tradisional. Hal ini jelas merugikan nelayan,
apalagi pengusaha pukat gerandong ini tidak bersedia mengganti
kerusakan itu. Persoalan ini sering memicu perkelahian. "Kalau terjadi
bentrok, jelas nelayan kecil yang jadi korban. Pengusaha pukat ini
diduga punya beking. Jadi bisa semaunya" ujarnya.
Mendengar
masukan ini, Gubsu lalu menelpon Kapolda dan Dan Lantamal. Gubsu meminta
aparat terkait dapat lebih intens melakukan pengawasan di laut.
Gubsu juga memanggil UPT Pengawasan Kementerian Perikanan Kelautan agar
dapat menyahuti keluhan para nelayan.
“Alhamdulillah nelayan
sebenarnya proaktif, mereka berniat membantu aparat jika menemukan
pelanggaran di laut, mereka akan laporkan,” ujar Gubsu.
Di
samping itu, keluhan lain yang disampaikan adalah minimnya upah para
buruh nelayan. Umumnya nelayan yang tidak punya kapal maupun alat
tangkap bekerja sebagai ABK di kapal milik para pengusaha dengan upah Rp. 35 ribu/hari.
Menurut para nelayan, para pengusaha diduga
backing aparat, kompak menetapkan upah Rp. 35 ribu/hari dengan masa
melaut hampir 12 hari.
Namun menurut Zulkarnain, pihaknya pernah
mengupayakan untuk mengadvokasi nelayan untuk mendapatkan upah layak dan
asuransi tenaga kerja dari pengusaha. “Namun kesulitannya nelayan ini
tidak mau menetap kerja di satu pengusaha, mereka suka
berpindah-pindah,” jelas Zul.
Comments
Post a Comment