Pemuka Antar Agama Sumut Sepakat Peristiwa Singkil Bukan Konflik Agama

Para pemuka antar agama Sumut bersama Komunitas Intelijen Daerah dan FKUB membahas peristiwa Aceh Singkil guna menenangkan umat beragama di Sumut sekaligus memberikan pemahaman bahwa kejadian Singkil bukan konflik agama, Selasa (13/10) tadi malam.

Pemuka Antar Agama Sumut Sepakat Peristiwa Singkil Bukan Konflik Agama

* Pemprovsu imbau warga Sumut tidak terpancing provokasi

Medan, (Mimbar) - Para pemuka antar agama Provinsi Sumatera Utara (Sumut) sepakat peristiwa kerusuhan di Kabupaten Aceh Singkil Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) bukan konflik agama.


Oleh sebab itu para pemuka antar agama Sumut mengimbau segenap umat bergama di provinsi ini agar tidak terpancing atas berbagai isu melainkan tetap menjaga perdamaian dan kerukunan, karena peristiwa Singkil merupakan kasus lokal.

Hal itu merupakan hasil Rapat Kominda Provinsi Sumut dengan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Sumut di Medan, tadi malam Selasa (13/10) dipimpin Kepala Badan Kesbangpol Linmas Sumut Drs H Eddy Syofian MAP dan  Kabinda Sumut Brigjen TNI Tumino Hadi.

Hadir Dir Intel Poldasu I Nyoman Sumarajaya, Assintel Kejatisu Nanang Sigit, Aster Kodam I/BB Kol Mahmud R, Assinteldam I/BB Kol Inf Bambang dan Dandim 0201/ BS Kol Inf Maulana Ridwan.

Pemuka antar agama yang hadir dari unsur FKUB Sumut antara lain Sarwo Edi (Islam), Arifin Umar, Abdul Razak, Bishop JH Manurung (Persatuan Gereja Indonesia Sumut), Albert Pakpahan (Katolik), Oemar Witaryo (Buddha), Andy Wiranata (Kong Hu Chu) dan Barons Pandiangan (FKUB Aceh).

Rapat mendadak ini khusus digelar menanggapi kerusuhan di Desa Suka Makmur, Kecamatan Gunung Meriah, Kabupaten Aceh Singkil, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang berbatasan dengan Kabupaten Pakpak Bharat dan Kabupaten Tapteng, Provinsi Sumatera Utara.

Kepala Badan Kesbangpol Linmas Sumut Drs H Eddy Syofian MAP mengemukakan dari berbagai indikasi yang dibahas para pemuka antar agama Sumut jelas kerusuhan Singkil bukan konflik agama, melainkan peristiwa lokal sehubungan kebijakan pembangunan rumah ibadah yang mengakibatkan gangguan keamanan.

"Jadi bukan konflik agama. Oleh sebab itu setiap pemuka Agama diyakini mampu memberikan pencerahan kepada umatnya masing-masing untuk tidak terpancing terhadap opini yang menggiring imej kerusuhan itu konflik agama. Itu sama sekali harus dihindari," jelasnya.

Atas nama Pemprovsu, lanjut Eddy Syofian, Plt Gubsu HT Erry Nuradi menyampaikan agar warga Sumut, terutama di kawasan perbatasan NAD, antara lain Kabupaten Tapteng, Pakpak Bharat dan Dairi, tetap tenang demi menjaga kondusivitas tetap utuh.

"Bapak Plt Gubsu mengimbau warga Sumut terutama di perbatasan tidak mudah terpancing oleh provokasi-provokasi yang disebarkan melalui pesan singkat yang menyebarkan data tidak benar terkait bentrok itu," ujarnya.

"Saya berharap semua bisa menahan diri dan persoalan di Singkil adalah permasalahan lokal yang diyakini bisa diselesaikan oleh provinsi tetangga itu dengan cara damai dan dengan prosedur hukum yang berlaku," imbaunya.

Tentang adanya sejumlah masyarakat dari Aceh Singkil yang mengungsi ke Sumut akibat kerusuhan ini Eddy Syofian mengemukakan dari koordinasi dengan bupati setempat hal itu masih bisa ditangani oleh Pemkab Tapteng maupun Pakpak Bharat.

Namun apabila pihak Pemkab setempat membutuhkan bantuan ujar Eddy Syofian prinsipnya pihak Pemprovsu dan FKPD Sumut akan membantu penanganan kemanusiaannya.

Hingga saat ini jumlah pengungsi mencapai 2500 jiwa, 100 jiwa di Kec Pangindar Phakpak Barat berbatasan dgn aceh Singkil dan 1500 di Kec Manduamas Tapteng.

Kepada semua tokoh masyarakat dan pemuka Agama diharapkan Eddy Syofian agar proaktif memberikan pemahaman dan pencerahan kepada masyarakat agar tidak perlu melakukan gerakan-gerakan menanggapi peristiwa lokal di Aceh Singkil tersebut.

Comments

Popular posts from this blog

Bagian Proyek Jalan Rp 2,7 T di Paluta dan Palas Start Bulan Ini

EDY RAHMAYADI MINTA MAAF SOAL PERNYATAAN MAJU LAGI PILGUBSU

Hendri CH Bangun Terpilih Jadi Ketua Umum PWI Periode 2023-2028 di Kongres XXV di Bandung