Gubsu Prihatin 60 Persen Alat Besi Pertanian Produk Impor Ilegal
Gubsu Prihatin 60 Persen Alat
Besi Pertanian Produk Impor Ilegal
Medan (Mimbar) - Gubsu H
Gatot Pujo Nugroho ST MSi prihatin sekitar 60 persen alat besi pertanian
seperti dodos, egrek, sabit dan parang yang beredar di pasar saat ini merupakan
produk impor ilegal.
"Padahal bahan baku dan
pande besi cukup banyak di daerah ini. Ini merupakan tantangan sekaligus
peluang bagi pelaku usaha pande besi lokal," ujar Gubsu melalui
Sekdaprovsu H Nurdin Lubis SH MM kemarin.
Berbicara pada Workshop
Pengembangan Alat dan Mesin Pertanian (Alsintan) di Hotel Novotel Soechi Medan,
Sekdaprovsu mewakili Gubsu memotivasi para pelaku usaha pande besi (Alsintan)
yang berasal dari wilayah Sumatera dan Kalimantan selaku peserta workshop agar
terus berproduksi.
Pada acara dihadiri
Kadisperindag Sumut H Bidar Alamsyah ini Gubsu mengingatkan produk alat besi
pertanian impor ilegal tersebut bisa beredar karena produk lokal terbatas
sementara kebutuhan tinggi.
"Alat besi pertanian
seperti dodos, egrek, sabit dan parang impor ilegal tersebut umumnya masuk dari
Pelabuhan Belawan dan Tanjung Balai untuk Sumatera Utara dan mungkin untuk
provinsi lain juga sama halnya," ujarnya.
Direktur Industri Kecil
Menengah (IKM) Wilayah I Drs R Emil Panjaitan MM mewakili Dirjen IKM Kementrian
Perindustrian IR selaku penyelenggara workshop memaparkan Indonesia merupakan
negara agraris dan untuk beberapa komoditi menduduki peringkat 10 besar di
dunia, seperti CPO, Lada, Karet dan lainnya.
Untuk kegiatan itu dibutuhkan
alat-alat pertanian paska panen seperti cangkul, parang babat, arit, garu,
pisau egrek, dodos, kampak dan gancu yang jumlahnya cukup besar. Akan tetapi
sampai saat ini market share untuk alat-alat pertanian tersebut baru mampu
dipenuhi oleh produk lokal sebesar 50 persen dari kebutuhan dan sisanya diisi
oleh produk impor.
Sesuai dengan Peraturan
Menteri Perdagangan Nomor 230/MPP/Kep/7/1997 jo SK No. 478/MPP/Kep/7/2013
Perusahaan yang diperbolehkan mengimpor barang yang diatur tata niaga impornya
(termasuk ALSINTAN didalamnya) hanya 3 perusahaan.
Namun setelah dilakukan
konfirmasi lanjutnya diperoleh informasi bahwa ketiga perusahaan tersebut belum
pernah mengimpor alat-alat pemeliharaan dan panen perkebunan. Sehingga berbagai
produk ALSINTAN yang banyak beredar di Indonesia diperkirakan masuk dari
Malaysia, China dan Singapura melalui pelabuhan-pelabuhan kecil dan
dikategorikan Ilegal, ujarnya
Mengacu data dari Asosiasi
Produsen Peralatan Pertanian dan Perkebunan Provinsi Sumatera Utara, kebutuhan
akan peralatan pemeliharaan dan panen kelapa sawit di Indonesia pada tahun 2013
mencapai 3.627.000 buah per tahun.
Jumlah tersebut merupakan
peluang besar bagi perkembangan Industri ALSINTAN di Indonesia terutama bagi
Industri Kecil dan Menengah (IKM) ALSINTAN (Pande Besi) yang memproduksi
berbagai peralatan pemeliharaan dan panen kelapa sawit.
Dengan inovasi dan
kreatifitas yang dimiliki IKM, maka potensi sumber daya alam yang tersebar di
wilayah Sumatera dan Kalimantan dapat diolah menjadi berbagai produk yang
memiliki nilai tambah tersendiri.
Sekdaprovsu lebih lanjut
mengemukakan guna meningkatkan daya saing Industri Kecil dan Menengah (IKM)
makaa Pande Besi yang merupakan salah satu pelaku ekonomi berperan penting
dalam mendukung kemajuan pertanian dan perkebunan di Indonesia melalui
penyediaan berbagai alat pertanian maupun perkebunan seperti dodos, egrek,
sabit, parang, dan lain-lain.
Diharapkan ke depan dapat
tercapai sinkronisasi dan sinergi dalam penerapan pengembangan Industri
ALSINTAN (Pande Besi) di daerah masing-masing dan adanya keberpihakan PTPN dan
BUMN lainnya selaku pengguna ALSINTAN (Pande Besi), untuk menggunakan
produk-produk IKM di daerah masing-masing.
Untuk itu dapat dibuat kesepakatan
atau MoU antar pihak PTPN selaku pengguna Pande Besi (ALSINTAN) dengan IKM
Pande Besi (ALSINTAN) beserta Pemerintah Provinsi Se-Sumatera Utara dan
Kalimantan dalam rangka penyediaan produk Pande Besi (ALSINTAN) kepada
Perusahaan Perkebunan masing-masing.
Comments
Post a Comment