Padam Bergilir Hingga November



Padam Bergilir Hingga November

Medan (Mimbar) - Krisis listrik di Sumatera Utara (Sumut) yang mengakibatkan pemadaman bergilir ke pelanggan dipastikan akan berlangsung hingga November mendatang. Kondisi ini selain disebabkan oleh krisis peremajaan mesin pembangkit, juga diperparah oleh dikuranginya pasokan solar oleh PT Pertamina ke PT PLN akibat kesepakatan harga BBM antara kedua belah pihak belum mencapai titik temu.

"Tadi malam (Rabu 7-Agustus), kondisi kelistrikan Sumut mencapai 1.785 Mega Watt (MW) dengan beban puncak sebesar 1.700 MW. Sedangkan kemampuan pembangkitan milik kita (PT PLN Sumut) hanya sebesar 1.400 MW, sehingga terjadi defisit sebesar 385 MW," ucap General Manager (GM) Pembangkitan Sumut (Kitsu), Bernandus Sudarmata, dalam temu pers di ruang kerja Gubsu Gatot Pujo Nugroho di Kantor Gubernur Sumut Jl P. Diponegoro Medan, Kamis (8/8/2014).

Menurut Bernandus dalam pertemuan yang juga dihadiri Manager Region I Industrial Fuel Marketing PT Pertamina, Nur Muhammad Zain, defisit sebesar itu terjadi di sejumlah pembangkit yang kekurangan pasokan solar. Antara lain di Tanjung Morawa 45 MW, di PLTU Labuhan Langin 70 MW, PLTU Nagan Raya 2x100 MW, dan PLTU System Turbin Blok I di Belawan sebesar 60 MW.

"Dari 1.400 MW daya mampu PT PLN Sumut, sebesar 1.200 MW di antaranya diproduksi dengan memakai solar, sehingga dengan dikuranginya pasokan solar dari PT Pertamina mengakibatkan produksi listrik menjadi semakin terganggu," ucap Bernandus.

Bernandus memperkirakan, kondisi krisis listrik di Sumut baru bisa pulih paling lambat sekitar November 2014 dengan menerapkan langkah temporer (sementara) dan langkah jangka panjang.  "Untuk langkah temporer adalah melakukan sewa genset. Seperti PLTP sewa sebesar 120 MW yang ditempatkan di Sicanang, Belawan yang akan rampung pada September 2014. Kemudian tambahan PLTP sewa sebesar 190 MW yang akan ditempatkan di Labuhan Angin 50 MW, di Lamhot Ma, Belawan 90 MW, dan di Sicanang 50 MW, yang keseluruhannya dijadualkan operasi pada November 2014," urainya.

Sedangkan langkah panjang, lanjut Bernandus, adalah menyegerakan perawatan PLTG Lot III 100 MW di Belawan dan PLTG Gas Turbin XII di Sicanang  yang keduanya  dijadulakan rampung sekitar Oktober 2014.

"Dengan kondisi yang ada saat ini, kita berharap kesepakatan harga di tingkat top manajemen PT PLN-PT Pertamina di pusat bisa selesai hari ini (Kamis 8/8). Bila tidak, kita khawatir defisit akan bertambah besar hingga menjadi 390 MW, mengingat saat ini sudah ada enam mesin pembangkit di Belawan yang produksinya  telah menurun sebesar 50% (akibat mesinnya yang sudah tua), sehingga sudah harus masuk masa perawatan," ungkapnya.

Di samping kondisi di atas, lanjut Bernandus, saat ini tercatat ketersediaan solar di PT PLN Sumut di Belawan  hanya cukup untuk seminggu ke depan. "Namun kondisi ini tidak sama di dua wilayah, yakni di Tanjung Morawa dan Kuala Namu. Karena kabar yang kita terima, dua mesin pembangkit di dua wilayah itu  sudah tidak beroperasi sejak Kamis, 8 Agustus 2014, dikarenakan ketiadaan solar," beber Bernandus.

Soal berkurangnya pasokan solar ke PT PLN Sumut, Nur Muhammad Zain, tak menampiknya. Bahkan ia menegaskan, kondisi serupa juga terjadi di seluruh pembangkitan PT PLN di Tanah Air.

"Dikuranginya pasokan solar itu akibat kesepakatan harga antara PT Pertamina-PT PLN yang belum tercapai. Sementara, kondisi tersebut membuat PT Pertamina terus merugi, sehingga harus menghentikan pasokan untuk sementara waktu, sampai kesepakatan harga (bisnis to bisnis) tercapai," jelasnya.

Nur mengungkapkan, bila hari ini (Kamis 8/8)  kesepakatan harga sudah ok, maka saat itu juga pasokan dipulihkan. Sebab, stok BBM jenis solar di Belawan masih cukup besar. "Itu belum termasuk stok yang ada di kapal yang ada di Tanjung Uban yang rencananya akan dialihkan ke Belawan ( shif to shif). Jadi, soal kondisi ketersedian BBM jenis solar, tidak ada masalah. Kita hanya menunggu adanya kesepakatan harga. Karena, sejak 2012, harga jual solar subsidi ke PT PLN tidak pernah direfisi hingga saat ini," bebernya. 

Menyikapi keadaanya yang dilematis ini, Gubsu berharap kedua belah pihak bisa menahan diri dan tidak hanya mementingkan keuntungan sendiri, namun lebih mementingkan kepentingan rakyat. "Kami atas nama rakyat Sumut, berharap Kementerian BUMN yang menaungi PT PLN dan PT Pertamina, bisa menyelesaikan persoalan bisnis to bisnis di antara keduanya. Karena, dengan kondisi yang terjadi, justru rakyatlah yang jadi korban dan paling merasakan dampaknya," ucap Gatot.

Disamping itu, Gatot juga mengkritisi soal kebijakan transfer energi dari PT Inalum ke PT PLN Sumut yang justru makin tambah rumit sejak mega proyek tersebut diambil alih RI. "Waktu Inalum masih dipegang konsorsium Jepang, persoalan transfer energi ke PT PLN tidak ada hambatan. Namun, setelah kembali ke negara, justru persoalannya makin rumit. Ini terjadi akibat perbedaan pandang antara Komisi VII dengan Komisi VI DPR-RI. Kami rakyat Sumut sangat berharap, pemerintahan di pusat bisa menyelesaikan hal ini, karena ini demi kepentingan masyarakat Sumut yang juga bagian dari NKRI," tegas Gatot.

Comments

Popular posts from this blog

Direktur Aek Natio Group Raih Gelar Doktor

Gubsu Minta Atlet Sumut Raih Medali di Asian Games Korea

Prosesi Pernikahan Ira Menggambarkan Pengaruh Syamsul Arifin Masih Cukup Kuat