Perempuan Duta Perdamaian
Kasubdit Pengawasan Deputi I BNPT (Moch. Chairil Anwar, SH), Pendiri
Lembaga Swadaya Masyarakat “Flower Aceh” (Suraiya Kamaruzzaman), Kepala Bidang
Penelitian FKPT (Meutia Nauly), dan Ketua FKPT (Zulkarnain Nasution MA) pada
acara “Kegiatan Perempuan Agen Perdamaian Dalam Pencegahan Radikalisme Dan
Terorisme” yang diadakan di Le Polonia Hotel, Medan (8/4).
Medan - Terorisme
berdasarakan UU Nomor 5 Tahun 2018 adalah setiap orang yang dengan sengaja
menggunakan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa
takut terhadap orang secara meluas, menimbulkan korban yang bersifat massal
dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta benda orang
lain atau mengakibatkan kerusakan, kehancuran, terhadap obyek vital yang
strategis, lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas internasional.
Mengingat
bahaya terorisme yang ada di tengah-tengah masyarakat saat ini maka FKPT (Forum
Koordinasi Pencegahan Terorisme) Sumatera Utara
mengundang para wanita yang tergabung dari berbagai jenis organisasi
kewanitaan untuk mengikuti : “Kegiatan Perempuan Agen Perdamaian Dalam
Pencegahan Radikalisme Dan Terorisme” yang diadakan di Le Polonia Hotel, Medan
(8/4).
Dalam hal
ini, peranan perempuan dirasa sangat penting dalam menciptakan perdamaian
khususnya di lingkungan keluarga. Perempuan (Ibu) merupakan pilar utama dalam
memberikan pengajaran dan pendidikan pada anak. Ibu berperan besar dalam
pembentukan nilai, watak, karakter dan kepribadian anak-anaknya.
Seperti yang
diungkapkan oleh salah satu narasumber, Suraiya Kamaruzzaman yang merupakan
aktivis hak perempuan dan pendiri Lembaga Swadaya Masyarakat “Flower Aceh”,
bahwa : “Ibu adalah benteng utama, jadi penting sekali untuk ibu mendapatkan
kesempatan belajar, penting sekali untuk ibu mendapatkan informasi karena ibu
yang menjadi benteng utama”. Menurutnya, perempuan juga banyak mengikuti
kegiatan-kegiatan sosial seperti arisan, majelis ta’lim, paguyuban, dan
organisasi-organisasi lainnya sehingga masing-masing orang bisa memiliki 2 atau
3 organisasi. Hal ini menjadi ruang untuk saling menguatkan dan saling berbagi.
Hal inilah
yang dapat mengakibatkan perempuan rentan terkontaminasi dengan paham-paham
radikalisme dan terorisme. Dan ternyata untuk terlibat pada kegiatan terorisme
ini bisa melalui jalan yang tidak kita sadari secara langsung, misalnya dengan
meminjamkan barang kepada pelaku terorisme maka kita juga bisa terseret sebagai
tersangka.
Oleh sebab
itu, Kasubdit Pengawasan Deputi I BNPT Moch. Chairil Anwar, SH mengingatkan
kepada seluruh peserta : “jangan mudah meminjamkan barang pribadi kita ke orang
lain yang kita tidak tahu dan untuk apa barang itu digunakan.” “Jangan mudah
memberikan sumbangan /bantuan kepada kelompok-kelompok tertentu atau
bangunan-bangunan tertentu seperti rumah ibadah jika kita tidak mengetahui
kegiatan-kegiatannya”, tambahnya.
Pada kesempatan
ini, Meutia Nauly dari Universitas Sumatera Utara yang juga merupakan Kepala
Bidang Penelitian di Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme Sumatera Utara
mengungkapkan bahwa biasanya perempuan yang menjadi pelaku teroris pada
dasarnya karena kepatuhan perempuan terhadap suami. Para perempuan yang
direkrut sebagai teroris merupakan isteri dari pelaku teroris juga.
Namun
demikian, selain bisa menjadi pelaku teroris, perempuan juga bisa menjadi duta
perdamaian. “Perempuan lebih mudah direkrut sebagai penjaga perdamaian daripada
aktor teroris, lebih panjang ceritanya jika mengajarkan kekerasan, ibu itukan
jati dirinya melahirkan dan membesarkan dengan kasih sayang, dasar kasih sayang
yang dia miliki lebih mudah diarahkan untuk menjaga perdamaian dibandingkan
mengajarkan kekerasan”, jelasnya.
Pada kegiatan
ini, para peserta dibekali pengetahuan tentang keberagaman kelompok ekstrimisme
di Indonesia, cara mengetahui gejala-gejala ekstrimisme di suatu kelompok,
perbedaan karakter antara satu kelompok ekstrimisme dengan yang lainnya,
mencoba mengenal peran perempuan dari masa ke masa di dalam suatu kelompok
ekstrimisme, memahami ciri individu atau kelompok ekstrimisme dan cara
mengenalnya.
Para peserta
yang mayoritas merupakan ibu-ibu terlihat cukup aktif dan kritis pada kegiatan
ini. Hal ini terlihat dari permintaan peserta untuk mengganti sebutan :
“Perempuan Agen Perdamaian” menjadi “Perempuan Duta Perdamaian” karena kata
agen yang digunakan dirasa kurang cocok dengan peran perempuan yang hadir pada
acara tersebut dan pihak penyelenggara pun menyetujui saran dari para ibu-ibu
ini.
Semoga dengan
kegiatan ini, kita bisa melahirkan perempuan-perempuan yang siap menjadi duta
perdamaian dan berani untuk bertindak dalam konteks komunitas masing-masing.
Turut hadir pada kegiatan ini Ketua FKPT Zulkarnain Nasution MA dan Sekretaris
FKPT Drs Ishaq Ibrahim MA. (mr)
Comments
Post a Comment