Indonesia Butuh Kader Bangsa yang Bertanggungjawab
Ketua Dewan Syariah Pusat (DSP) Dewan Pengurus Pusat (DPP) Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Surahman Hidayat. |
Indonesia Butuh Kader
Bangsa yang Bertanggungjawab
Jakarta, (Mimbar) – Ketua Dewan Syariah Pusat (DSP) DPP PKS
Surahman Hidayat menilai Indonesia membutuhkan kader-kader bangsa yang
bertanggung jawab, bisa mengelola diri, lingkungan, dan negerinya. Karena
menurutnya, tanggal 2 Mei bukan semata-mata peringatan Hari Pendidikan Nasional
(Hardiknas). 2 Mei merupakan momen mengingat dan memahami kembali makna
pendidikan bagi bangsa, tidak hanya dari segi tataran umum, tetapi lebih dalam
dan kualitatif, yaitu kekaderan.
Surahman menyampaikan hal tersebut saat ditemui di Kantor
DPP PKS, MD Building, Jakarta, Sabtu (2/5). Ia mengatakan hasil pendidikan
kekaderan dapat dilihat dari kemunculan tokoh-tokoh nasional di setiap dekade.
Tokoh-tokoh itu lahir tidak hanya berbasis keterampilan keras (hard skills) seperti ilmu atau keahlian
tertentu, tetapi juga keterampilan lunak (soft
skills) berupa karakter dan
kepribadian yang tangguh.
“Keterampilan
lunak dapat mengendalikan diri seseorang saat bertindak atau mengambil
keputusan. Ini perlu ditekankan. Apalagi di akhir tahun 2015 Indonesia akan
menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Masing-masing negara ASEAN akan
berusaha menawarkan konsep pendidikannya. Indonesia pun harus siap berbaur,
tetapi tidak harus melebur. Nah, disinilah karakter tangguh dibutuhkan agar
kita bisa memegang teguh akar budaya, nilai, dan cita-cita luhur Bangsa
Indonesia,” kata Surahman.
Ketua
Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI itu menyoroti pentingnya pembinaan
karakter karena pendidikan tidak sekedar memberi ilmu atau keterampilan.
Menurutnya, pendidikan ialah tentang kebermanfaatan, baik untuk diri sendiri,
keluarga, maupun masyarakat. Sehingga, apapun ilmu yang dipelajari, bila tidak
memberi manfaat dapat berbalik arah, bahkan membawa kerugian.
“Pendidikan
nasional itu bagaikan sebuah bangunan besar yang sudah ada sejak dahulu. Tentu
kita melanjutkan, mana yang perlu ditambah atau justru ditambal agar menjadi
bangunan kokoh, megah, dan siap menampung siapa saja yang membutuhkan keteduhan
serta perlindungan. Oleh karena itu, dalam sistem pendidikan nasional
diperlukan evaluasi menyeluruh dari waktu ke waktu. Agar perjalanan itu bisa
lurus menuju cita-cita sebagaimana tujuan nasional,” ujarnya.
Anggota
Komisi X DPR RI yang bekerja dalam ruang lingkup pendidikan, kebudayaan,
pariwisata, pemuda, olahraga, dan perpustakaan tersebut menilai Undang-Undang
Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) sudah cukup baik. Ia berharap
pemerintah dapat memanifestasikan prinsip-prinsip UU Sisdiknas kedalam berbagai
program yang tepat sasaran.
“Tujuan
pendidikan itu kan melahirkan suatu potensi yang baik. Tinggal bagaimana
potensi baik ini dipupuk, sedangkan potensi-potensi negatif diminimalisasi.
Karena memang manusia dasarnya begitu, punya pilihan mengembangkan potensi di
dua arah, baik atau buruk. Sedangkan saat ini banyak kita lihat anak-anak
sekolah juga mahasiswa memiliki cukup waktu untuk hura-hura. Padahal,
waktu-waktu tersebut bisa untuk menggali bakat masing-masing, kemudian
berkompetisi menghasilkan karya atau penemuan baru,” lanjutnya.
Bangsa
Indonesia, tambah Surahman, harus semakin yakin bahwa pendidikan dapat
menjadikan manusia lebih dewasa, manusiawi, dan beradab. Hasil pendidikan
berkualitas dapat dimanfaatkan untuk membangun sektor ekonomi, politik, maupun
budaya. Namun apabila esensi pendidikan ini tidak diyakini secara tepat,
Surahman menyebut masyarakat hanya akan menjadi alat pihak-pihak tertentu.
“Misalnya
ketika masa pemilihan umum (pemilu) masyarakat suatu wilayah dimanfaatkan untuk
menarik suara, setelah itu dibuang saja. Kemudian muncul penyesalan karena
salah pilih atau merasa kebijakan tidak sesuai kebutuhan masyarakat. Kondisi
ini tentu sangat merugikan bila terus terjadi. Oleh karena itu, kita harus
meyakini bahwa pendidikan memang bukan segala-galanya, tetapi segala-galanya memerlukan
pendidikan,” pungkasnya.
Comments
Post a Comment