Kisah Gadis Pengidap Dystonia
Pengidap Dystonia
Pernah Diejek Namun Berbuah Anugerah
S
|
iang itu di kejahuan
sosok wanita sederhana menghampiri seorang bocah dengan ciri khas yang sama. Masih terlontar senyuman pekat oleh
gadis berpenampilan sederhana dengan ciri gaya
tertentu. Namanya Venny Mandasari,
bungsu dari 6 bersaudara berdarahkan Jawa, lahir 28 Februari
1986, buah pasangan M. Zainul Isadan Hj.
Farida Hanum (foto). Saat ini bertempat tinggal di Jalan Seto
Lorong Sipirok Medan.
Venny adalah sosok wanita yang
tegar, cerdas, dan
tegas. Keunikan yang dimilikinya mampu mengubah
jalan yang harus ditempuhnya. Venny
memiliki kelainan dari masa dia lahir. Entah
bagaimana harus memulainya. Tak
pernah sedikit terucap kata untuk menyerah. Baginya,
Tuhan sangat menyayanginya. Seberat apapun cobaan yang sudah
diberikan Tuhan, itu
adalah hadiah yang luar biasa diterimanya.
Venny selalu bersyukur. Tuhan masih memberikan kesempatan dia
untuk bisa menghirup udara, alam
semesta, langit yang dipenuhi hiasan-hiasan kecil yang selalu menemani malam dari kegelisahan
yang dirasakanya.
Pohon-pohon
pun menjadi sahabatnya. Laut
yang luas jadi harapan, gunung yang
tinggi tempat dia bermimpi. Walaupun
Venny tak pernah bisa merasakan bagaimana di atas puncak seperti yang orang
lain karena keterbatasan fisiknya. Memandang
dari kejauhan saja sudah rasa syukur yang tak ternilai baginya,
konon lagi untuk sampai ke puncak.
Hinaan, cacian, ejekan
adalah suatu hal yang dia sebut nyanyian merdu yang dia dengarkan setiap orang
mencacinya. Baginya, remehan
adalah suatu motivasi yang membangkitkan dia dari ketepurukannya. Di dalam tubuh Venny,
ada darah yang terus menggebu untuk membahagiakan kedua orang tuanya.
Venny
terkena penyakit Dystonia yaitu penyakit kelainan gerak yang menyebabkan
tubuhnya bergerak di luar kesadaran. Penyakit yang dibawanya sejak lahir. Tubuh Venny selalu bergoncang, apalagi saat seorang memperhatikannya.
Goncangan tubuhnya semangkin hebat ketika emosi, dalam
pikiran yang tegang, apalagi saat
menghadapi masalah.
Penyakit dystonia ini harus membutuhkan
pemikiran yang tenang. Intinya dia
harus menenangkan pikirannya agar gerakan tubuhnya tidak berlebihan. Namun begitu, dia hanya mengatakan kalau dia adalah artis terkenal di kota Medan saat ini.
“Walaupun semua
orang meremehkan, saya menganggap saat semua orang
mengejek saya menganggap mereka adalah pengagum atau fans saya,” ungkapnya.
Dia
mempunyai ambisi untuk menjadi orang yang hebat. Tekad
yang kuat, semangat yang
membara, membuat Venny ingin melanjutkan ke perguruan tinggi. Namun
apa daya, Venny hanya bisa mengecap pendidikan
sampai di bangku Sekolah Menengah Atas
(SMA).
Bahkan Universitas Terbuka saja
pernah menolaknya karena keterbatasan. Dengan begitum
dia mengurungkan niatnya untuk melamar ke universitas
lain, sehingga dia memutuskan untuk menjadi
seorang penulis saja. Karena baginya
menjadi seorang penulis tidak harus memiliki ijazah
dan tidak harus duduk di bangku
perkuliahan.
Bukan
malah dapat penghormatan namun, malah
mendapat ejekan dari orang sekitar. Hal yang
sudah biasa terdengar oleh Venny. Tak
mengurangi semangatnya untuk berkibar menuju kesuksessan. Langkah
Venny tak berhenti sampai di situ
saja. Niat dan tujuannya tetap berlanjut untuk
mencapai apa yang dicitakannya.
Semenjak
duduk di bangku SMA, Venny bercita-cita menjadi seorang
Psikolog. “Jadi seorang Psikolog itu enak, bisa
mengetahui keluh kesah orang lain,” ungkapnya.
Namun, apa daya. Cita-citanya berakhir saat
semua universitas menolak ijazah SMA Venny. Kejam sungguh dunia ini!
Semua orang telah meremehkan padanya.
Bahkan, memberikan kesempatan saja sulit rasanya. Namun semua usaha ada hikmahnya. Tuhan punya rencana di balik itu. Beralih
profesi, dia malah memilih menulis.
“Bagi
saya, titel bukan segala-galanya, tidak harus kuliah untuk menjadi orang
sukses. Mungkin ini jalan yang diberikan Allah untuk saya. Dengan
menulis, saya ingin membuktikan bisa meraih
kesuksesan mesti dengan keterbatasan yang saya miliki.”
Dia mengakui, semula tak berani mengekspresikan diri. Takut karena dicela, takut karena
dicaci, takut karena diremehkan lagi. “Ketakutan
mulai terjadi pada diriku, takut
akan semuanya. Ah, masa bodoh,” jelasnya.
Dia pun mulai mengepakkan
sayapnya di dunia tulis-menulis. Mulai
memberanikan menulis di koran. Tulisannya mulai
terbit di beberapa media. Tulisan
pertamanya terbit di koran Waspada tahun 1998
dengan judul pertama Setulus Cinta Rio. Lalu, Sepucuk Surat untuk Ibu, Nyanyian
untuk Ibu,
dan masih banyak lainnya.
Berlanjut ke majalah Keren Beken dengan judul cerpen Cewek
Manivora, majalah Gadis, majalah Kawanku, .majalah CHIC, majalah
SAY.
Nama Venny sudah tidak asing lagi. Mulai
berdatangan tawaran untuk main film. Saat
itu ia diajak main fiim di TVRI, tepatnya pada
tahun 2010 dengan judul Aku Ingin Kuliah yang disutradarai Idris
Pasaribu.
Baginya
diejek adalah suatu hal yang biasa daripada diremehkan. Kalau
diremehkan rasanya sakit, tapi itulah hal yang memotivasi untuk
membuktikannya menjadi seorang terkenal sampai saat ini. Namanya
sudah cukup dikenal di kalangan
penulis.
Intinya,
di mana ada kemauan di situ
ada jalan. Itulah hal yang dilakukan Venny untuk
terus berjuang mencapai kesuksesan. Dia
sudah membuktikan, dengan menulis dia mampu membuka
pemikiran orang di sekitarnya. Dengan menulis,
orang mengenalnya. Dia sudah membuktikan bahwa dia mampu bekarya.
“Jangan pernah menyerah jika
ingin meraih kesuksesan. Teruslah berjuang walaupun dengan
keterbatasan yang kau miliki selagi kau tak pernah membuat orang di sekitarmu rugi.” pungkasnya. *** (Rossy
Dalimunthe)
Comments
Post a Comment