Isu SARA kerab Menjadi penyebab Konflik Horizontal
Isu SARA kerab Menjadi penyebab Konflik
Horizontal
*FKUB: Toleransi Beragama harus Dijunjung Tinggi
Medan, (Mimbar) - Konflik horizontal berbau Suku Agama Ras dan Antargolongan (SARA) yang akhir-akhir ini terjadi di Indonesia dinilai karena kian lunturnya nilai-nilai persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Oleh karenanya setiap warga negara harus memiliki kesadaran hidup dalam kebhinekaan demi kokohnya persatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
"Agar NKRI tetap kokoh maka setiap warga negara harus memegang teguh empat Pilar kebangsaan yakni Pancasila, UUD45, NKRI & Bhineka Tunggal Ika. Mari dalam momentum peringatan hari kemerdekaan RI 17 Agustus kita jalin persatuan dan kesatuan sembari mengingat semangat dan perjuangan para pejuang kita dahulu,"ujar Kadis Kominfo Sumut Jumsadi Damanik dalam sambutannya yang dibacakan Kepala Bidang Postel Dinas Komunikasi dan Informatika Gelora Viva Sinulingga pada Coffe Morning di Aula Transparansi Kantor Dinas Kominfo Provsu, Kamis(11/8).
Jumsadi juga menyampaikan apresiasi yang sebesar-bersarnya kepada FKUB bersama komponen masyarakat Sumut yang telah banyak berbuat menciptakan suasana kondusif, rukun dan damai. Peristiwa Tanjung Balai hendaknya menjadi pembelajaran bagi semua pihak untuk sama-sama meningkatkan kesatuan dan persatuan ditengah kebhinekaan agar kejadian yang menimbulkan kerugian baik materil dan dan moril tidak terulang lagi.
Hadir dalam kegiatan tersebut dua sumber Ketua FKUB Sumut Maratua Simanjuntak dan Dewan Harian Daerah 45 Provsu Nina Karina dan peserta dari Tokoh Agama, tokoh masyarakat, organisasi kepemudaan dan mahasiswa.
Dalam kesempatan itu Maratua Simanjuntak mengatakan bahwa isu SARA kerab menjadi pemicu konflik. Seperti halnya yang baru-baru ini terjadi di Tanjung Balai karena adanya warga non muslim memprotes suara azan. Protes ini akhirnya menyebar hingga berujung ke sikap anarkis pengerusakan kesejumlah rumah ibadah.
"Peristiwa itu mungkin hanya pemicu saja. Tapi yang saya mau katakan bicara soal bhineka tunggal ika tidak bisa mengesampingkan pruralis yaitu keniscayaan. Tidak ada agama yang merendahkan atau mencaci agama lain. Lakum Dinukum Waliyadin. Untukmu agamamu, untuku agamaku. Maka toleransi beragama harus dijunjung tinggi. Terus upayakan musyawarah dan mufakat. Manusia harus bisa bermanfaat terhadap oranglain. Sehingga semboyan bhineka tunggal ika akan terimplementasi dalam hidup kita. Itulah keindahan Indonesia,"ujar Maratua.
Dalam kesempatan itu Maratua juga mengingatkan agar tidak lupa akan sejarah. Selain itu Maratua mengajak untuk bijak memanfaatkan Ilmu Teknologi (IT) yang perkembangannya begitu pusat.
"Jangan sampai SARA itu menjadi sumber konflik. Ambil sisi positif dari perkembangan IT. Dan tingkat juga IT yang satu lagi (Iman dan Taqwa),"pungkasnya.
Sementara itu, Nina Karina yang juga Dosen Sejarah FIB USU menjelaskan bahwa Sumber daya alam yang dimiliki Indonesia sudah sejak lama menjadi ketertarikan negara-negara luar untuk menguasainya. Hal ini dibuktikan dengan adanya negara jajahan di Indonesia. Hal ini bisa terjadi karena masih terkotak-kotaknya bangsa Indonesia yang masih mengusung perjuangan secara kedaerahan. Sejarah membuktikan kerajaan besar yang ada di Indonesia harus runtuh karena rongrongan dari dalam kerajaan itu sendiri.
Belajar dari pengalaman inilah sejumlah tokoh pemuda ditahun 1908 mulai melakukan pergerakan. Hanya saja saat itu pergerakan pemuda masih belum bersatu padu. Barulah pada Tahun 1928 melalui sumpah pemuda diikrarkan janji pemersatu bangsa hingga mendorong diproklamirkannya Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945 .
"Ini merupakan akumulasi dari keinginanan untuk menjadi NKRI tetap utuh melalui empat pilar konsensus dasar. Pertanyaannya apakah nilai-nilai ini masih tertanam di diri kita. Jangan sekali-kali lupakan sejarah,"ujarnya.
Comments
Post a Comment