Ratusan Ribu Pekerja Konstruksi di Sumut Terancam "Tergusur"



Kepala Balai Jasa Konstruksi Wilayah I membawahi Propinsi Sumut, Aceh, Sumbar, Riau dan Kepri, Yusuf Rachman didampingi kepala seksinya Ir M Hilal MT foto bersama peserta Rakor Sertifikasi Tenaga Kerja Konstruksi di Sumut tahun 2019, Kamis (14/3).


Medan, - Jumlah tenaga kerja konstruksi yang telah memiliki sertifikat keterampilan maupun keahlian di Sumatera Utara (Sumut) masih minim. Padahal, sertifikat salah satu syarat bagi mereka untuk dapat bekerja di sektor ini.


Dari 8,3 juta pekerja konstruksi yang ada di Indonesia, hanya 616.000 atau sekitar 7,4 persen saja yang telah bersertifikat kompetensi. Di Sumut, diperkirakan dalam jumlah besar, bisa ratusan ribu belum bersertifikat.


Kepala Balai Jasa Konstruksi Wilayah I membawahi Propinsi Sumut, Aceh, Sumbar, Riau dan Kepri, Yusuf Rachman didampingi kepala seksinya Ir M Hilal MT mengemukakan itu Kamis (14/3) di Hotel Fave Jalan S. Parman Medan.


"Kondisi ini sangat rentan bagi Sumut. Sebab Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi mensyaratkan setiap pekerja konstruksi yang bekerja di wilayah Indonesia harus memiliki sertifikat kompetensi. Jadi ratusan ribu tanpa sertifikat itu terancam 'tergusur' oleh pekerja luar Sumut yang bersertufikat," tegasnya.


Lebih lanjut dalam Rapat Koordinasi Sertifikasi Tenaga Kerja Konstruksi di Sumut tahun 2019 oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat ini, Yusuf mengajak pemprop maupun pemkab dan pemko se-Sumut lebih serius dalam percepatan sertifikasi pekerja konstruksi ini karena sangat dibutuhkan dalam pembangunan infraatruktur.


"Balai Wilayah I juga serius dalam percepatan ini. Namun kemampuan terbatas. Tahun 2019 ini Balai Wilayah I menargetkan uji kompetensi 4000 orang, mudah-mudahan tanggal 18 Maret dilakukan uji untuk 5000 pekerja Sumut. Berarti di atas target," jelasnya seraya mengemukakan untul wilayah I tahun ini target uji kompetensi 20.000 orang.


Tampil narasumber pada Rapat Koordinasi ini Dr Ir Syamsul Bahri dari Direktorat Bina Kompetensi dan Produktivitas Konstruksi, Ketua Lembaga Ahki Pengadaan Desa Dr Ir Hasudungan Sihombing MBA, Wakik Ketua I LPJK Sumut Ir Abdul Kosim MT dan lainnya.


Dalam rapat ini terungkap mereka yang tak punya sertifikat pada saatnya nanti berpotensi terancam sanksi meski saat ini masih tahap pembinaan. Itu artinya, ada sekitar 7,684 juta secara nasional yang terancam terkena sanksi karena tak memiliki sertifikat keahlian pada saatnya nanti.


"Kalau ini jadi syarat, jadi acuan, bahwa setiap tenaga kerja konstruksi harus bersertifikat, maka tentu tenaga kerja kita tidak akan terpakai di Indonesia, termasuk di Sumut," kata Kepala Balai Wilayah I.


Di dalam Pasal 70 ayat (1) undang-undang tersebut tertulis setiap tenaga kerja konstruksi wajib memiliki sertifikat kompetensi kerja. Sementara pada ayat (2), pengguna jasa atau penyedia jasa wajib mempekerjakan tenaga kerja konstruksi bersertifikat.


Sertifikat kompetensi kerja itu diperoleh melalui uji kompetensi sesuai standar kompetensi kerja yang diregistrasi oleh Menteri PUPR. Adapun pelaksanaan uji kompetensi dilakukan lembaga sertifikasi profesi yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.


"Bahkan diberikan sanksi kepada penyedia maupun pengguna jasa bila tidak menggunakan (tenaga kerja konstruksi bersertifikat)," kata Yusuf.


Aturan pengenaan sanksi itu diatur pada Pasal 99. Pada ayat (1) disebutkan, setiap tenaga kerja konstruksi yang tidak memiliki sertifkat kompetensi kerja dikenakan sanksi administratif berupa pemberhentian dari tempat kerja.


Sementara, penyedia atau pengguna jasa yang mempekerjakan tenaga kerja tak bersertifikat dapat dikenai sanksi administratif berupa denda administratif hingga penghentian sementara kegiatan layanan jasa konstruksi.


Oleh karena itu, dalam rapat terungkap pemerintah kini tengah fokus pada percepatan kualitas sumber daya manusia, termasuk program sertifikasi.


Pada tahun ini, Kementerian PUPR menargetkan 212.000 tenaga kerja konstruksi dapat tersertifikasi. Target ini cukup besar bila dibandingkan capaian tahun lalu yang hanya 80.000 tenaga kerja konstruksi tersertifikasi.


Untuk mencapai target itu, Kementerian PUPR akan bekerja sama dengan asosiasi konstruksi dan swasta untuk penyelenggaraan kegiatan sertifikasi. Pasalnya, kegiatan sertifikasi ini juga berkaitan dengan kebutuhan anggaran yang cukup besar.


Menurut Ketua Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) Nasional, Ruslan Rivai, untuk satu kali kegiatan sertifikasi, dibutuhkan anggaran sekitar Rp 750.000 per orang.


Bila diakumulasikan, maka kebutuhan anggaran untuk sertifikasi 7,684 juta tenaga kerja konstruksi mencapai Rp 5,763 triliun. (04)



Comments

Popular posts from this blog

Direktur Aek Natio Group Raih Gelar Doktor

Gubsu Minta Atlet Sumut Raih Medali di Asian Games Korea

Prosesi Pernikahan Ira Menggambarkan Pengaruh Syamsul Arifin Masih Cukup Kuat