Buruh Tuntut Revisi UMP Sumut Jadi Rp. 2,2 Juta
Buruh Tuntut Revisi UMP Sumut Jadi Rp. 2,2 Juta
Medan (Mimbar) - Ratusan massa yang tergabung dalam Koalisi Buruh (KBS)
Sumatera Utara demo ke kantor Gubsu, Rabu (10/12). Mereka mendesak Gubernur
Sumut Gatot Pujo Nugroho merevisi Upah Minimum Provinsi (UMP) Sumut tahun 2015
dari Rp. 1.625.000 menjadi Rp. 2,2 juta perbulan.
Buruh yang berasal dari GSBI, KSPI, FSPMI, KGB PETA dan FMN Medan
beralasan, revisi UMP bukan hal yang tabu. Alasan utama revisi, untuk
menyesuaikan dengan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang sampai 30
persen.
Di lain pihak, massa menilai penetapan UMP tahun 2015 itu berdasarkan
survei kebutuhan hidup layak (KHL) yang bermasalah. Saat itu dikatakan survei
KHL terendah di Kabupaten Serdang Bedagai dengan Rp1,2 jutaan buruh lajang.
Ternyata, hasil survei mereka dengan metode yang sama di tiga pasar di Sergai,
KHL mencapai Rp1,8 juta hingga Rp 2 juta. Bahkan, dewan pengupahan Serdang
Bedagai mengeluarkan hasil survei KHL sebesar Rp1.740.000.
Menurut mereka revisi UMP itu penting. Soalnya, dari UMP akan melahirkan
berapa besaran UMK. "Apalagi ada daerah yang tidak ada dewan
pengupahannya. Mereka menetapkan upah buruh berdasarkan UMP," ucap Minggu
Saragih, salah seorang koordinator aksi.
Mereka juga meminta Gubsu tidak menandatangani rekomendasi upah minimum
kabupaten/kota (UMK) yang tidak sesuai dengan harapan mereka. Untuk Medan
mereka minta UMK Rp2,8 juta per bulan. Deliserdang UMK versi mereka harusnya
Rp2,6 juta per bulan. Begitu juga Sergai, diminta UMK Rp2,4 juta per bulan.
"Kalau di bawah itu, kita minta Gubsu jangan tandatangani," tegas
Minggu Saragih.
Tuntutan lainnya, mereka menolak adanya rencana pemerintah yang membuat
kebijakan untuk kenaikan upah selama lima tahun. Menolak kenaikan BBM karena
harga minyak dunia sedang anjlok. Selain itu, juga meminta Pemprovsu memediasi
kembali persoalan ratusan buruh yang dipecat salah satu perusahaan swasta hanya
karena menuntut hak normatif.
Usai berorasi di depan kantor Gubsu, mereka diterima Plt Sekda Hasiolan
Silaen, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Sumut Bukit Tambunan dan Staf
Ahli Gubsu Aspan Sofian Batubara. Sejumlah perwakilan buruh juga menyampaikan
tuntutan serupa.
Menyikapi ini, Hasiolan mengatakan, untuk tuntutan ke pemerintah pusat,
aspirasi buruh akan diteruskan ke pemerintah pusat dengan surat rekomendasi
Gubsu. Sedangkan menyangkut masalah revisi UMP, secara teknis diserahkan kepada
Disnakertrans Sumut.
Kadisnaker Sumut, Bukit Tambunan menegaskan, sebenarnya sebelum ini Gubsu
sudah memerintahkan dia menyampaikan persoalan UMP ke Menakertrans. Hanya saja,
Menakertrans menegaskan, tidak bisa direvisi lagi. Begitupun, pemerintah akan
memberikan langkah-langkah solusi agar buruh tidak terlalu banyak pengeluaran.
"Menteri mengatatkan apa yang sudah ditetapkan, itu final. Namun ada
langkah-langkah pemerintah untuk membantu buruh agar tidak terlalu banyak
pengeluaran di antaranya solusi tentang pendidikan, kesehatan dan
perumahan," jelas Bukit.
Begitupun, Kadisnaker kembali mengulangi bahwa ditinjau dari KHL, maka UMP
Sumut termasuk tertinggi. Penjelasan ini sempat membuat buruh sedikit emosi dan
interupsi. Bahkan, salah seorang di antaranya meninggalkan ruangan pertemuan
itu tanpa permisi. Soalnya, buruh tidak ingin mementahkan persoalan. Mereka
ingin tegas tentang revisi UMP.
Walau sempat memanas, namun pertemuan tetap berlanjut. Bukit Tambunan
akhirnya melemah. Dia mengatakan, akan melihat kondisi nasional. Jika saja, ada
peluang UMP akan revisi. "Lagi pula, tidak tabu kalau revisi.
Sumut tahun 2012, pernah melakukan revisi UMP," tegas Minggu Saragih dalam
interupsinya.
Ahmadsah, pimpinan buruh lainnya juga menegaskan hal yang sama. Secara
prinsip, buruh harus mendapat upah layak. Tidak zamannya lagi buruh dengan upah
murah. Apalagi, buruh juga dintuntut berkualitas dalam menghadapi pasar besar
Asean tahun depan. Usai pertemuan, massa akhirnya beranjak meninggalkan kantor
Gubsu.
Sebelumnya, Ketua Dewan Pengupahan Daerah Sumut (Depeda) Mukmin menegaskan,
hasil survei KHL mereka dalam menentukan UMP sudah sesuai prosedur. Begitupun,
jika buruh merasa kurang puas, dia mempersilakan buruh menggugat di Pengadilan
Tata Usaha Negara (PTUN). "Kalau tidak puas, gugat saja di PTUN,"
tegas Mukmin.
Lebih lanjut dia mengaku, sampai saat ini baru ada 18 kabupaten/kota yang
sudah merekomendasikan UMK. Dari jumlah itu, baru 12 rekomendasi yang
dilanjutkan ke Gubsu. Namun, belum ada satupun rekomendasi yang ditandatangani
Gubsu. "Jadi, masih ada 13 daerah yang belum merekomendasikan UMK. Dua
lagi, yakni Nias Barat dan Pakpak Bharat memang tidak ada karena mereka belum
memiliki dewan pengupahan daerah.
Comments
Post a Comment