Ketua Dewan Pers Dialog dengan Dewan Penasehat SMSI Pusat
Migrasi besar-besaran media ke 'cyber space' tak bisa dibendung
JAKARTA
– Ketua Dewan Pers Muhammad Nuh mengemukakan migrasi besar-besaran dari
physical space (bentuk fisik) ke cyber space tak bisa dibendung.
Bahkan
civil society khususnya media, dituntut pintar dan cermat dalam mengekspoiltasi
wilayah baru tersebut.
Tak
pelak, intensitas informasi yang disajikan, tentu tak melulu bersifat peristiwa
sebagai cermin wajah baru, kelengkapan data menjadi referensi yang mendekatkan
pada ilmu pengetahuan.
Muhammad
Nuh memaparkan itu dalam dialog dengan Wakil Ketua Dewan Penasehat Serikat
Media Siber Indonesia (SMSI) M Hatta Rajasa, Ketua Umum SMSI Pusat Firdaus dan
jajaran pengurus SMSI Pusat di Gedung 6, Jalan Darmawangsa Raya Kebayoran Baru,
Jakarta Selatan, Rabu (19/2) malam.
”Lantas,
siapa pun yang tidak mengeksplore ini (data, red) tentu akan tertinggal. Lalu
apa golnya, tentu saja knowledge (Ilmu Pengetahuan). Mencerdaskan kehidupan
bangsa,” ucap mantan Menteri Komunikasi dan Informatika ini.
Pola
data informasi dan sistem, sambung pria jebolan S1 Teknik Elektro ITS pada 1983
itu, tentu akan terus terbarukan. Sehingga nantinya akan ada basis data yang
secara jelas dapat diolah menjadi informasi. ”Maka pendekatannya knowledge. Ini
ada perkembangan society, lalu dijajarkan pada imaginer, di bawahnya ada basis,
hasilnya fisik. Nah ini menjadi kombinasi yang memanfaatkan big data dan
bermanfaat,” papar mantan Menteri Pendidikan Nasional itu.
Jika
awalnya, media hanya mengangkat berita peristiwa, sekarang, akan lebih
mendalam. ”Di depan itu misalnya ada peristiwa tabrakan. Dulu ya ditulisnya
peristiwa. Tapi saat ini, semua dikombinasi. Mengapa sampai ada peristiwa
tabrakan itu, bagaimana kondisi jalannya, dan masih banyak lagi lainnya yang
secara jelas menuangkan data. Nah inilah pendekatan knowledge itu. Maka seperti
saya sebutkan di awal, pentingnya mengekplorasi sebuah data,” terang pria
kelahiran Surabaya 17 Juni 1959 itu.
Ekspoitasi
data dan pentingnya kreativitas, tentu akan melahirkan jurnalis-jurnalis yang
kritis. Apa yang dipaparkan dalam pemberitaan, dipahami secara konstruktif.
”Jangan
asal kritik. Saya dulu sering sekali dikritik tapi saya pahami ini bagian dari
alam yang ada. Tapi sekarang kok rasanya menghilang ya, orang-orang yang mengkritisi
saya itu, kemana mereka,” sindir Nuh seraya disambut tawa jajaran pengurus SMSI
yang duduk dalam satu meja itu.
Secara
jelas Nuh pun menyambut baik, program prioritas SMSI yang saat ini sedang
proses tahap akhir menjadi konstituen Dewan Pers.
”Dewan
Pers sangat menyambut baik apa yang menjadi harapan besar SMSI. Tahapan pun
terus berjalan. Kalau pun ada yang tertinggal dalam proses faktual, pemenuhan
syaratnya harus bolak-balik dan menunggu, ya maknai saja ini bagian dari proses
itu,” ucap Nuh disambut aplaus.
Senada
disampaikan Nuh, Hatta Rajasa juga memberikan pemaparan tentang media siber dan
tantangan SDGs (Sustainable Development Goals) atau tujuan pembangunan
berkelanjutan yang memiliki agenda utama mengurangi kemiskinan dunia. ”Bapak
SBY merupakan sosok pencetus ini (SDGs, Red),” ujar Hatta mengawali
perbincangannya.
SDGs
sebuah program yang telah dikukuhkan bulan Mei 2013. SBY saat itu bersama
dengan Perdana Menteri Inggris Raya David Cameron dan Presiden Liberia Ellen
Johson-Sirleaf dan Wakil Sekretaris Jenderal PBB Jan Eliasson yang pada saat
itu bertindak sebagai moderator.
”Tiga
pemimpin bersama High Level Panel of Eminent Persons membahasnya. Dari
Sustainable Development Agenda, tujuannya mengurangi secara signifikan kemiskinan
sehingga bisa meningkatkan taraf hidup bangsa-bangsa di dunia dengan cara
melaksanakan pembangunan yang disebut dengan sustainable development. Jadi yang
namanya miskin ya, ya tuntas seperti misinya,” terang pria kelahiran Palembang,
18 Desember 1953 itu.
Di
dalam telekonferensi, sambung Hatta, para pemimpin bersama saling menyampaikan
masukan dan pandangan masing-masing yang kemudian mereka diskusikan bersama.
Dalam perjalanan diskusi pandangan Indonesia dengan Inggris dan Liberia
memiliki banyak kesamaan.
“Poinnya
diperlukan sumber daya yang tepat. Dorongan dan perhatian khusus. Tak
terkecuali pada media yang bergerak pada sektor digitalisasi, siber. Kalau kita
boleh usul perlunya dana insentif untuk mendorong percepatan ini. Dan menurut
data Bank Dunia, Indonesia masih di urutan 100 ke bawah dalam pemanfaatan
tekhnologi yang berbasis big data. Cukup jauh tertinggal dibandingkan
negara-negara tetangga,” papar Hatta.
Namun
dari deretan panjang yang dipaparkannya, mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian
Indonesia yang menjabat dari 22 Oktober 2009 hingga 13 Mei 2014 itu, ada
harapan khususnya bagi kalangan milenial. Tapi jangan dibiarkan habitat manusia
yang hidup di era digitalisasi modern, larut dalam sajian informasi yang tidak
bermanfaat.
Perlu
kepedulian menyeluruh, sikap tegas dan upaya simultan agar kondisi yang
terbangun selaras dengan apa yang diharapkan bangsa. ”Big data penting.
Sajiannya pun penting. Dan di sini ada peran media untuk menyampaikannya.
Jangan dibiarkan, tapi arahkan. Pemerintah juga harus sungguh-sungguh
menciptakan keselarasan ini. Informasi yang baik, adalah informasi yang
bermanfaat bagi anak-anak bangsa,” terangnya.
Di
penghujung dialog yang dibarengi tanya jawab, Hatta juga mencermati dunia
startup. Setiap tahun bahkan setiap bulan banyak startup baru bermunculan.
Sekarang ini terdapat setidaknya lebih dari 1500 startup lokal. Ini menurut
Daily Social. Artinya potensi pengguna internet di Indonesia yang semakin
meningkat dari tahun ke tahun juga menjadi katalis mendirikan sebuah startup.
”Anda tentu tahu, masyarakat dari kalangan bawah, menengah sampai atas memegang
ponsel dengan berbagai merk. Dan mayoritas ini dimiliki. Begitu besar pengaruh
yang ada di dalam ponsel itu. Dan di sinilah potensi startup tumbuh,” terangnya.
Tapi,
sambung Hatta, banyak definisi yang agak berbeda dalam menjelaskan arti
startup. Terutama dari cara mengategorikan mana yang masih dianggap sebuah
startup dan mana yang bukan. Banyak juga yang menghubungkan startup dengan sisi
teknologi. ”Tumbuh startup di sana-sini. Tapi frame-nya sama. Buka cafe, bikin
warung kopi, buka usaha untuk tempat nongkrong di mana-mana. Artinya ada yang
salah dalam memahami,” beber mantan Menteri Negara Riset dan Teknologi itu.
Hatta
secara tegas mendukung, keberadaan media siber khsususnya media yang tergabung
dalam SMSI untuk mengedepankan konsep yang memanfaatkan teknologi dalam
jaringan informasi dan bisnis. Demikian sebuah rintisan usaha. ”Ini perlu
dukungan pemerintah dan semua komponen. Pergeseran terus terjadi. Sebagai pilar
demokrasi, media harus cermat dalam pengelolaan data. Maka saya pun mendukung,
agar dialog, diskusi-diskusi ini berkelanjutan,” pungkas Hatta.
Menanggapi
apa yang disampaikan kedua tokoh tersebut, Ketua Umum SMSI Firdaus mengaku lega
dengan pemaparan dan harapan yang disampaikan. ”Ini seperti gayung bersambut.
Kesempatan yang diberikan selaras dengan semangat yang diharapkan. SMSI sejak
awal memiliki program prioritas, yakni menjadi konstituen Dewan Pers. Terima
kasih atas pemaparan dan harapan yang disampaikan Bapak Mohammad Nuh, Bapak
Hatta Rajasa dan bapak Abdul Aziz. Ini suplemen, vitamin yang menumbuhkan
semangat kami,” pungkas pendiri SMSI itu. (mr)
Comments
Post a Comment