Cum Laude, Kapolrestabes Surabaya Raih Gelar Doktor di USU Medan
Pemegang saham bank tidak lepas tanggung jawab dalam persoalan hukum korporasi
Medan - Kombes
Pol Dr Sandi Nugroho SIK SH MHum berhasil meraih gelar Doktor (S3) bidang ilmu
hukum dengan predikat "Cum Laude" Nilai dengan Pujian setelah
berhasil mempertahankan disertasinya di sidang ujian promosi Doktor di ruang
IMTGT Biro Rektor USU Medan, Senin (10/02/20).
Mantan
Kapolrestabes Medan yang kini menjabat Kapolrestabes Surabaya Polda Jawa Timur
ini lulus dalam sidang ujian Doktor Dalam Bidang Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara (USU) di bawah pimpinan Rektor USU Prof Dr Runtung
SH MHum berlangsung amat terpelajar dan ilmiah.
Ratusan
sivitas akademika, undangan dan sejumlah tokoh dan pejabat hadir diantaranya
Wakil Gubsu H Musa Rajekshah, mantan Gubsu HT Erry Nuradi, Anggota DPD RI DR H
Dedi Iskandar Batubara, tokoh pengusaha yang juga Fungsionaris BKM Masjid Agung
Medan H Yuslin Siregar dan H Indra Utama dan lainnya.
Di
hadapan penguji dengan Promotor Prof Dr Bismar Nasution SH MH, Co Promotor Prof
Dr Hikmahanto Juwana SH LLM PhD dan Dr Zulkarnain Sitompul SH LLM, Dekan FH USU
Prof Dr Budiman Ginting SH MHum, Sandi berhasil mempertahankan disertasinya
berjudul "Standar Pertanggungjawaban Pemegang Saham Bank Berdasarkan
Piercing the Corporate Veil di Indonesia".
Dalam
disertasinya Sandi yang kelahiran Salatiga 1 Juli 1973 dan sebagian besar
kariernya dijalani di Medan menyimpulkan pemegang saham bank tidak lepas
tanggung jawab dalam persoalan hukum korporasi berdasarkan piercing the
corporate veil (mengoyak/merobek tirai atau kerudung perusahaan).
Di
Indonesia, katanya, meskipun undang-undang perseroan terbatas dapat dijadikan
sebagai landasan hukum untuk membebankan criminal liability terhadap pemegang
saham. Pengadilan pidana sampai saat ini terkesan enggan untuk mengakui dan
mempergunakan peraturan-peraturan tersebut.
"Hal
ini dapat dilihat dari sedikitnya kasus-kasus kejahatan pemegang saham
korporasi di pengadilan dan tentu saja berdampak pada sangat sedikitnya
keputusan pengadilan yang dapat menerapkan pertanggungjawaban pemegang saham
dengan meletakkan alter ego dan piercing the corporate veil sebagai dasar untuk
menentukan kesalahan pemegang saham," ujarnya.
Itulah
sebabnya selama ini sesuai UU PT setiap kali ada kasus kejadian kejahatan yang
melibatkan korporasi selalu yang dihukum adalah direksi dan komisaris, padahal
masih ada yang lebih tinggi lagi yaitu pemegang saham.
"Direksi
dan komisaris diangkat melalui RUPS oleh pemegang saham, setidak-tidaknya dia
akan lebih takut sama pemegang saham. Dan selama ini tidak pernah tersentuh
pemegang saham ini apabila terjadi kejadian pidana. Yang pasti dipidana adalah
direksi dan komisaris," ujarnya.
Maka
dari itu, lanjutnya sebenarnya roh dari mandat pertanggungjawaban pemegang
saham bank ini adalah untuk semua korporasi baik itu swasta maupun pemerintah
bahwa sebenarnya masih mudah dijangkau dengan adanya teori Piercing The
Corporate Veil itu. Para pemilik perusahaan maupun pemegang saham bisa
dijangkau asalkan ada komitmen bersama oleh para pemangku kepentingan yang ada.
Artinya bisa dikejar sampai ke harta pribadi maupun pertanggungjawaban
pribadinya.
Diakuinya
sampai saat ini sudah ada beberapa kasus yang bisa mempidanakan para pemegang
saham, namun tidak menggunakan hukum perusahaan atau tidak menggunakan
pertimbangan hukum dan putusannya itu tidak menggunakan hukum perusahaan atau
UU PT, tapi lebih cenderung menggunakan tindak pidana umum misalnya penipuan,
penggelapan, kemudian pemalsuan surat, atau money laundry, dan lain-lain.
"Padahal
induknya, intinya atau rohnya ada di korporasi, berarti di UU Korporasi.
Setidaknya untuk para penegak hukum bisa menggunakan UU itu sebagai penegakan
hukum maupun pemutusan di pengadilan," ujarnya.
Sandi
menyarankan perlu ada perubahan UU korporasi untuk bisa mengakomodir tentang
adanya keterlambatan UU untuk megatur hal tersebut. UU nya belum mengatur
secara detail, tindak pidananya sudah ada, putusan pengadilannya sudah ada,
tetapi belum mengakomodir untuk keseluruhannya, jadi bisa untuk perbaikan UU ke
depan.
Rektor
USU Prof Dr Runtung Sitepu SH MHum mengatakan, atas keberhasilan dalam ujian
promosi ini, maka sejak saat itu Sandi berhak menyandang gelar Doktor yang
merupakan gelar akademik tertinggi dengan predikat Cum Laude, sekaligus
menawarkan Sandi menjadi dosen dan terbuka peluang mendapat gelar profesor.
"Namun
kami ingatkan, peran dan tanggung jawab insan akademis terlebih sebagai lulusan
jenjang S3 atau Doktor adalah dengan terus melakukan eksplorasi terhadap
masalah-masalah yang terus berkembang, tentu dengan menggunakan metode ilmiah
untuk didekati dan diteliti," ujarnya.
Dikatakan
Rektor, predikat kelulusan itu tidak lah begitu penting, tetapi pengabdiannya
memberi saran dalam mengembangkan dan membangun keilmuan itu yang ditunggu
masyarakat.
"Saya
bangga dengan Sandi ini, karena terus konsisten mengejar keilmuan dan terus
berusaha mewujudkan cita-cita untuk menjadi salah satu alumni terbaik USU.
Dalam kesehariannya kita lihat tegar, namun dalam memberi sambutan tadi
terlihat terharu, saat menyinggung orang tua ataupun istri. Itu artinya wajar
dan masih normal. Ujian promosi ini termasuk yang sukses dan ramai dihadiri
undangan," katanya.
Rektor
juga menyinggung kemajuan pesat USU tiga tahun terakhir ini dengan akreditasi A
dan masuk dalam klaster 1. Sumut masih butuh tenaga bergelar Doktor. Mari kita
tingkatkan terus prestasi USU ini, katanya. (mr)
Comments
Post a Comment