Wawancara Khusus Dengan Komisaris Garuda Timbo Siahaan
Penulis : Ilham Bintang
Sekretaris Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat
Di
bawah pohon resto Hotel Whydham yang rindang di daerah Klungkung, Bali, Minggu
( 8/12) pagi, saya menyantap dua jenis sarapan lezat sekaligus. Yang pertama,
dua butir telor Sunny Side Up plus Croissant dengan hot tea English
Breakfast. Yang kedua, yang ini paling lezat dan teramat penting : wawancara
khusus dengan Herbert Timbo Siahaan. Komisaris Independen PT Garuda Indonesia
Tbk itu sudah seminggu jadi buruan wartawan. Semenjak kasus penyelundupan
motor gede yang melibatkan Direktur Utama Garuda Indonesia, praktis sejak
itulah pria berpostur tinggi besar ini tenggelam dalam kesibukan menghadapi
skandal memalukan itu.
Dua
hari saya japri ke WA dia tak berbalas. Bahkan tak sempat dibaca oleh wartawan
senior yang sehari-hari sebagai Pemimpin Redaksi stasiun televisi JAKTV
ini.
Tadi
pagi, tengah sarapan, tiba - tiba notifikasi di ponsel saya memunculkan pesan
dari Komgar Garuda itu — begitu komunitas pemred menjuluki Timbo.
Tidak
banyak yang tahu, Sabtu (7/12) pagi ketika selaku Komgar dia menandatangani SK
pemecatan sementara Dirut Garuda beserta 4 direksi lainnya, ia tak kuasa
menahan tangis. Betulkah itu?
“
Hah! Tahu darimana?, “ tanyanya dalam percakapan telpon kami —sekitar satu jam
— untuk wawancara ini. Diseling beberapa kali terputus lantaran signal kartu
Indosat dan Telkomsel tak cukup kuat di lokasi.
Sesuai
UU Perseroan, selain fungsi pengawasan, Dewan Komisaris juga memiliki
kewenangan mengangkat memberhentikan sementara direksi yang melakukan
pelanggaran. Begitu juga dengan Garuda Indonesia.
Timbo
telah mengenal lama Ari Akshara, masih ketika priode dia terpilih pertama kali
jadi Komisaris di Garuda. Waktu itu Ari Askhara menjabat Direktur
Keuangan.
Sebelum
ini, Timbo juga tak menyangkal ia menilai Ari Askhara seorang pekerja
keras nan professional. Gagasannya memajukan Garuda diapreciate oleh Timbo.
Termasuk inovasi Ari “ menjual” boarding pass Garuda menjadi sarana
promosi atau iklan. Itu peluang mendapatkan tambahan pendapatan untuk Garuda.
Gagasan itu sudah direalisasi. Boarding pass saya ke Bali kemarin di
belakangnya sudah ada iklan mobil.
Dari
lima anggota Dewan Komisaris, tampaknya Timbo yang paling merasakan konflik
batin. Ada yang menyaksikan dia meneteskan airmata waktu menandatangani
keputusan pemecatan Sabtu itu. Meskipun di lain pihak dia bersikeras agar semua
direksi yang ikut penerbangan Garuda yang menyelundup itu harus diberhentikan.
Karena itu sudah masuk persoalan pidana. Latar belakang Timbo memang sarjana
hukum. Dia mengerti perbuatan pidana tanggung renteng. Prinsipnya “tangan
mencingcang bahu memikul” Artinya, siapa saja yang berada di locus kejadian
patut diduga ikut perbuatan tindak pidana dan harus menanggung risiko hukum
sesuai peran masing- masing.
Dilihat
dari duduk masalahnya, rasanya memang tidak terbatas empat direksi itu saja
akan terkena sanksi hukum. Termasuk distributor automotif serta pemilik
jaringan restoran Padang “Sari Mande” yang ikut dalam penerbangan. Hasil
penelesuran redaksi, pemilik sepeda Brompton itu diduga pengusaha resto Padang
itu.
“Jujur
saja saya mengiyakan. Matanya saya berkaca-kaca. Sedih. Bukan menangis. Karier
Ari Askhara berakhir begitu saja. Ini kan sisi manusiawi. Tetapi pada lain
sisi, sebagai Komisaris yang diberi amanah oleh bangsa dan negara, tidak bisa
lain saya harus berpihak dan mengamankan itu. Mengamankan upaya menegakkan
kebenaran,” papar pria brewok yang sering lebih lembut dari penampakannya.
Betulkah
rapat Dewan Komisaris sempat alot membuat putusan memecat semua direksi? Boleh
tahu siapa yang masih mencoba mementahkan putusan itu?
“Kalau
ranah ini, itu rahasia perusahaan. Saya tidak mau komentar. Anda kan wartawan,
bisa telusuri sendiri. Itu hak Anda, saya tidak kuasa melarang. Yang penting
buat saya lihat saja bagaimana ujungnya. Ke arah mana keputusan itu diambil,”
elak Timbo. Dia mengaku seminggu ini kurang tidur.
Identifikasi Perkara
Skandal
Garuda ini menurut istilah dalam ungkapan orang Betawi, “sudah kagak ketulungan
kelewatannya”. Setuju atau tidak, memang inilah skandal Garuda terbesar
dan sangat memalukan. Penyelundupan moge dan sepeda mewah serta tas-tas branded
itu sudah direncanakan lama, sekurangnya sejak Agustus lalu.
Diatur
oleh seorang staf Garuda di Amsterdam. Rencana semula akan ditumpangkan dalam
penerbangan reguler Garuda dari Amsterdam. Tapi Otoritas Garuda di sana
menolak. Tidak berani. Lalu diusahakan menggunakan KLM, maskapai penerbangan
Belanda. Tapi di sana juga ditolak. Akhirnya mengambil momentum penjemputan
pesawat Garuda jenis baru Neo Air Bus 330-900. Dari Toulouse, Perancis,
ke Jakarta. Semua barang pesanan akhirnya dikirim ke Toulouse. Dan terakhir
berujung tersingkapnya kasus penyelundupan itu di Bandara Soekarno Hatta.
Penerbangan
dari Toulouse - Jakarta mengangkut lebih duapuluh penumpang VVIP. Termasuk
Dirut Garuda dan empat direksi lainnya dan isteri masing- masing. Otoritas
tertinggi dalam penerbangan itu jelas adalah Dirut Garuda Ari Askhara.
Dari
komposisi penumpang VVIP itu mudah diidentifikasi, “Garuda 1” itulah yang
memiliki otoritas tertinggi, paling bertanggung jawab. Walaupun pada awal-awal
ada upaya mencoba mengalihkan itu menjadi tanggungjawab karyawan status
biasa.
Situasi
makin runyam ketika ketika Sekretaris Korporat Garuda mengatakan barang-barang
itu atas nama staf. Garuda akan menanggung biaya masuk dan denda atas
barang-barang tak bermanifes tersebut. Ini pernyataan bunuh diri.
Sebelum
Erick Thohir turun tangan pun dengan mudah diidentifikasi keterlibatan “Garuda
1”. Apa pula urusannya Garuda harus menanggung biaya plus denda barang
selundupan karyawan.
Kotak
Pandora
Pada
kasus pengangkatan Ahok tempo hari kontroversial, kali ini langkah Menteri BUMN
menangani kasus Garuda mendapat dukungan 100 persen rakyat Indonesia. Termasuk
Serikat Pekerja Garuda. Apalagi langkah Erick memberi signal tidak hanya
berhenti pada kasus Garuda. Tapi lebih luas untuk menyoroti seluruh BUMN.
Bukan rahasia umum lagi ada kemiripan skandal Garuda dengan BUMN. Termasuk
skandal asmara petingginya.
Langkah
Erick sudah benar. Konstitusional. Jauh dari alasan personal. Pemilik group
usaha Mahaka ini memulai dengan mengembalikan fungsi Dewan Komisaris menurut
ketentuan. Termasuk wewenang pemberhentian sementara direksi Garuda
dikembalikan kepada Dewan Komisaris. Sebelum diputuskan secara definitif nanti
dalam RPUS-LB. Pada instansi itulan nanti pemecatan diputuskan secara
definitif. Begitu juga pengangkatan direksi dan komisaris baru. Begitu ketentuan
dalam UU Persero.
Dekom
Garuda sendiri sebelum mengambil keputusan dalam rapat dengan Menteri BUMN,
terlebih dahulu meminta Komite Audit mengusut tuntas kasus penyelundupan itu.
Hasilnya salah satu, mendasari putusan Dekom Garuda.
Belajar
pada kasus Garuda sebelum ini, banyak penyelesaiannya tidak menempuh prosedur
seperti itu. Ambil contoh kasus penyulapan pembukuan Garuda dari rugi
menjadi untung. Dekom pun tak berdaya dalam kasus ini, mayoritas terpaksa
setuju. Hanya satu yang menolak : Chairal Tanjung, justru yang mewakili
pemegang saham. Itu bisa terjadi karena peran Menteri BUMN Rini Soemarno sangat
mendominasi. Apa yang dimaui dan dikehendaki Menteri itulah yang mesti jalan.
Aturan lain menyesuaikan. Alhasil tidak ada sanksi apapun dari BUMN atas
pelanggaran yang dilakukan direksi. Padahal, sanksi denda atas pelanggaran itu
dijatuhkan oleh banyak instansi di luar Garuda menyikapi itu. Kasus ini boleh
Erick dalami lagi. Apa yang terjadi sebenarnya.
Di
Garuda, Erick telah membuka kotak pandora yang melingkupi manajemen maskapai
penerbangan plat merah itu. Tidak mustahil praktek itu terjadi di seluruh BUMN.
Itu bisa ditelusuri bagaimana Menteri BUMN Rini Soemarno menikmati penumpukan
seluruh kekuasaan dan kewenangan di satu tangan. Tangannya sendiri. Dari
tangannya lahir pula banyak komisaris kaleng- kaleng, asal tunjuk dan dudukkan
orang dianggap berjasa menurut penilaiannya. Di tangannya pula banyak komisaris
dan direksi BUMN yang baik, dibuang begitu saja. Muhammad Said Didu salah satu
korbannya.
Ayo
Erick. Kita tunggu langkah besar Anda selanjutnya. Ewako! meminjam jargon
supporter pendukung PSM Makassar. (mr)
Comments
Post a Comment